PAGARALAMPOS.COM - Jumlah sastra lisan Besemah memang banyak.
Namun dari sekian banyak sastra lisan tersebut hanya sedikit yang masih tetap eksis. Selebihnya lagi sudah nyaris punah.
Pemerhati Budaya Besemah, Mady Lani mengaku dirinya sudah melaksanakan observasi atau semacam pendataan langsung ke lapangan.
Dari situ kata Mady, dirinya sudah mendata sastra lisan Besemah, baik yang masih ada maupun yang jarang dilisankan lagi.
BACA JUGA:Akulturasi Budaya Islam dan Besemah: Saling Melengkapi, Saling Mewarnai
“Dari sekitar 15 buah sastra lisan Besemah hanya ada sekitar 4 buah saja yang masih ada.
Yang lain sudah sangat jarang dilisankan, lama-lama bisa punah,” sebut Mady.
Dipaparkan, 4 buah sastra lisan Besemah yang masih hingga saat ini adalah guritan, mantra-mantra, petata-petiti dan rejung.
Sedangkan sastra lisan lainnya seperti di antaranya tadut, rimbai, andai-andai, pantun Besemah lanjut Mady, sudah jarang terdengar.
BACA JUGA: 9 Fakta Unik Uma Lengge, Wisata Budaya Di Kabupaten Bima NTB
Menurut dia, ada banyak faktor yang menyebabkan sastra lisan Besemah banyak yang punah atau jarang terdengar.
Diantaranya kata dia, faktor perkembangan zaman yang menggerus kebudayaan Besemah.
Faktor lainnya lanjut dia, hanya sedikit anak-anak muda sekarang yang tertarik untuk belajar sastra lisan Besemah.
“Padahal, kalau mau belajar, masih ada orang tua-orang tua di Pagaralam yang bisa berejung misalnya.
Tapi kan mereka tidak mungkin mengajak langsung belajar. Harus anak-anak muda itu yang datang untuk belajar kepada mereka,” ulasnya.