“Saya belajar bagaimana menggunakan data dan fakta yang ada untuk merancang program sekolah dan mengembangkan sekolah berdasarkan Rapor Pendidikan sesuai dengan rekomendasi dari kementerian,” ujarnya.
Ia bersama para guru di sekolahnya berinisiatif mendirikan komunitas per kelas di mana guru-guru yang mengajar di kelas yang sama membentuk komunitas untuk membahas pembelajaran di kelas yang mereka ajar. Setiap komunitas per kelas ini menentukan sendiri jadwal mereka bertemu dan hasilnya dilaporkan kepada kepala sekolah.
Sebagai contoh ada komunitas kelas 5 yang bernama “Dis Gembel 5”, merupakan kependekan dari Diskusi Mewujudkan Gembira Belajar kelas 5.
Selanjutnya, apabila ada persoalan yang tidak selesai di tingkat komunitas kelas, masalah tersebut akan dibawa ke komunitas tingkat sekolah, yang bernama Komunitas Kamisan. “Di Komunitas Kamisan, kami bertemu satu minggu sekali untuk belajar bersama, berbagi praktik baik di kelas masing-masing.
BACA JUGA:Hormati Tamu, Kak Pian Ikut Long Touring Pagar Alam - Palembang
Kami berusaha untuk bertemu secara luring selama satu jam minimal atau daring jika tidak memungkinkan,” jelas Sri.
Dalam komunitas itu pula, para guru membahas apa saja model pembelajaran yang telah sukses maupun gagal di kelas.
Keberadaan komunitas ini dampaknya sangat jelas pada kesuksesan PSP. “Sekarang anak-anak lebih ceria dan senang ke sekolah karena selalu ada hal baru yang dilakukan gurunya di kelas. Ini merupakan salah satu perbedaan yang terlihat antara sebelum dan sesudah pelaksanaan PSP,” ungkap Sri.
Salah satu contoh diskusi dalam komunitas adalah strategi membuat pembelajaran menjadi menarik, khususnya mengenai presentasi menggunakan power point.
BACA JUGA:Konsumsi Kacang Hijau Saat Hamil bisa Buat Rambut bayi Lebat, apakah Benar?
Sebelumnya, para guru rata-rata hanya bisa membuat bahan presentasi yang biasa saja. Lewat diskusi komunitas inilah, mereka mendapatkan pemahaman tentang membuat presentasi yang menarik dari guru IT di sekolah, seperti cara menggunakan aplikasi canva, mengisi audio, membuat animasi, dan sebagainya.
Sri mengaku sangat puas dengan perkembangan yang terjadi di sekolahnya karena dengan begitu anak-anak menjadi lebih tertarik untuk belajar.
Setelah PSP, Kelas Menjadi Hidup
Selama dua tahun ini, Sri mengamati bagaimana kondisi pembelajaran di sekolahnya. Berkat PSP, ia mengakui bahwa kelas-kelas menjadi lebih hidup dan berwarna karena diisi dengan beragam kegiatan pembelajaran yang menarik. Selain itu, guru-guru juga menjadi lebih termotivasi untuk belajar.
BACA JUGA:Kemenag dan Kemenkes Upayakan Peningkatan Layanan Kesehatan Jemaah Haji 2023
“Para guru semakin memahami bahwa siswa pada prinsipnya memiliki karakteristik dan kebutuhan yang berbeda. Dengan pemahaman itu, semakin tumbuh kesadaran untuk menghadirkan kegiatan pembelajaran yang bisa mengakomodasi semua perbedaan tersebut,” urai Sri.