Pemkot PGA

Indonesia Jadi Tuan Rumah, Dunia Tak Menyangka Inilah Peran Besar RI di KAA 1955

Indonesia Jadi Tuan Rumah, Dunia Tak Menyangka Inilah Peran Besar RI di KAA 1955

Indonesia Jadi Tuan Rumah, Dunia Tak Menyangka Inilah Peran Besar RI di KAA 1955--

PAGARALAMPOS.COM - Bandung, 18 April 1955, jadi saksi peristiwa diplomatik paling monumental di awal sejarah kemerdekaan Indonesia. 

Saat itu, para pemimpin dari Asia dan Afrika berkumpul dalam satu meja. 

Tujuannya bukan sekadar diskusi basa-basi, tapi merumuskan suara bersama. 

Dunia sedang terbelah, dan negara-negara baru ingin bicara.

BACA JUGA:Referendum 1999, Saat Timor-Timur Memilih Lepas dari Indonesia

Indonesia, bersama India, Pakistan, Burma (Myanmar), dan Sri Lanka, menjadi penggagas Konferensi Asia Afrika (KAA). 

Sebuah ide besar lahir dari semangat kemerdekaan yang masih segar. 

Soekarno melihat pentingnya persatuan negara-negara bekas jajahan. 

Dunia baru harus punya arah sendiri.

BACA JUGA:Jumat Bersih di Kelurahan Sukorejo, Jangan Lagi Buang Sampah Sembarangan

KAA 1955 bukan konferensi biasa. 

Ini adalah aksi politik, aksi budaya, dan aksi diplomatik dari bangsa-bangsa yang selama ratusan tahun dijajah. 

Negara-negara ini ingin melepaskan diri dari bayang-bayang Barat dan Timur. 

Dari kapitalisme dan komunisme yang sama-sama menekan.

BACA JUGA:Gelar Jumat Berbagi Untuk Warga Pagar Alam

Indonesia tampil sebagai tuan rumah yang bukan hanya ramah, tapi cerdas secara strategi.

Soekarno menyampaikan pidato pembukaan dengan api semangat. 

Ia menyentil kolonialisme, dominasi kekuatan besar, dan pentingnya solidaritas. 

Pidatonya menjadi kutipan sejarah yang dikenang sampai hari ini.

BACA JUGA:Bukan Cuma Barat Jepang Tunjukkan Taring di Perang Melawan Cina

Tapi yang membuat KAA penting bukan hanya kata-kata, tapi aksi di balik layar. 

Delegasi Indonesia memainkan peran penting dalam meredam ketegangan antar peserta. 

Saat India dan Tiongkok bersitegang, Indonesia jadi jembatan damai. Diplomasi ala Asia mulai diperkenalkan.

Diplomasi Indonesia di KAA ibarat wayang, tak banyak suara keras, tapi penuh gerakan halus.

BACA JUGA:Siapkan Generasi Cerdas Akademik

Para diplomat muda seperti Roeslan Abdulgani memainkan peran penting. 

Mereka tidak hanya menjamu tamu, tapi menjalin koneksi, menguatkan simpati, dan merancang konsensus. 

Semua bekerja dalam harmoni.

Hasilnya adalah 10 Prinsip Bandung, semacam deklarasi moral dari negara-negara Asia Afrika.

BACA JUGA:Hadiri Paripurna Istimewa HUT ke-79 Sumsel, Hj Jenny Sandiyah : Berinergi Wujudkan Sumsel Maju

Prinsip itu berbicara soal saling menghormati, anti kolonialisme, hak menentukan nasib sendiri, dan kerjasama damai. 

Ini jadi pijakan awal munculnya Gerakan Non-Blok di tahun-tahun berikutnya.

Lebih dari 29 negara hadir di Bandung waktu itu. 

Mereka mungkin berbeda bahasa, agama, dan sistem politik. 

BACA JUGA:Menyingkap Sejarah Makam Raden Surabujangga: Jejak Spiritualitas dan Perjuangan Islam Awal di Tanah Jawa

Tapi satu yang sama, pengalaman dijajah, dikuasai, dan dibungkam. 

Dari situlah solidaritas mereka tumbuh. 

Bandung jadi lambang persatuan di tengah keragaman.

Dampak KAA tak langsung terasa dalam bentuk fisik. 

BACA JUGA:Sejarah Makam Karbala: Jejak Pengorbanan Imam Husain dan Spirit Perlawanan terhadap Ketidakadilan!

Tapi semangatnya menyebar ke berbagai penjuru dunia. 

Banyak negara di Afrika mulai memperjuangkan kemerdekaan. 

Gerakan anti kolonialisme semakin kuat. 

Indonesia menjadi contoh bahwa negara kecil bisa bersuara di panggung dunia.

BACA JUGA:Menguak Sejarah Upacara Adat Tabuik: Jejak Syiah di Ranah Minang!

Peran Indonesia dalam KAA adalah bentuk diplomasi aktif dan progresif. 

Ini membuktikan bahwa kemerdekaan bukan hanya soal mengusir penjajah, tapi juga ikut membentuk tata dunia baru. 

Soekarno dan tim diplomatiknya tidak ingin Indonesia jadi penonton. 

Mereka ingin ikut bermain.

BACA JUGA:Inilah Sosok di Balik Pertempuran 10 November yang Bikin Penjajah Ketakutan

KAA juga menjadi ajang pembuktian bahwa diplomasi tidak harus kaku dan bergaya barat.

Suasana penuh budaya lokal, tarian, hingga jamuan khas Indonesia membuat suasana lebih hangat. 

Diplomasi yang membumi justru menjadi kekuatan utama. Semua merasa dihargai sebagai manusia merdeka.

Kini, KAA 1955 tetap dikenang sebagai tonggak sejarah yang membangkitkan semangat negara-negara berkembang. 

BACA JUGA:Nongkrong Santai di Caga Cafe Pagar Alam

Indonesia pun tetap membawa semangat ini dalam forum internasional. 

Ketika dunia kembali terbelah, semangat Bandung seharusnya kembali dihidupkan. 

Karena damai tidak muncul sendiri.

Bagi generasi muda Indonesia, KAA bukan hanya cerita lama. 

BACA JUGA:Menaklukkan Eropa, Menyalakan Revolusi Inilah Warisan Berdarah Napoleon!

Tapi cermin bahwa Indonesia pernah memimpin dunia lewat diplomasi. 

Bahwa keberanian dan ide bisa lebih tajam dari senjata. 

Dan bahwa negara kecil bisa punya suara besar jika bersatu dengan nurani dan akal sehat.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber:

Berita Terkait