Puputan Suku Osing: Perang Sampai Mati atau Tunduk pada Penjajah? Simak Kisannya!
Puputan Suku Osing: Perang Sampai Mati atau Tunduk pada Penjajah? Simak Kisannya!--
Hal ini menimbulkan kemarahan besar di kalangan Suku Osing.
Perang Puputan dimulai ketika Belanda memaksa penduduk Blambangan untuk tunduk pada sistem kerja paksa dan menyerahkan hasil bumi.
Kebijakan ini dianggap sebagai penghinaan terhadap kedaulatan Suku Osing.
Maka, tokoh-tokoh adat dan masyarakat bersatu untuk melawan penjajah dengan tekad yang tak tergoyahkan.
BACA JUGA:Bukan Cuma Makanan, Tapi Sejarah Bakwan yang Menarik! Tahu Tidak?
Perang Hingga Mati
Perang Puputan Suku Osing tidak hanya terjadi di medan perang, tetapi juga menjadi simbol perjuangan untuk mempertahankan martabat dan identitas.
Strategi perlawanan mereka melibatkan perang gerilya dan taktik tradisional, memanfaatkan hutan-hutan di sekitar Banyuwangi sebagai perlindungan.
Dalam pertempuran, masyarakat Osing menunjukkan keberanian yang luar biasa, meskipun mereka harus menghadapi pasukan Belanda yang memiliki persenjataan lebih canggih.
Salah satu momen penting dalam perang ini adalah ketika para pemimpin Suku Osing memutuskan untuk tidak menyerah meskipun kekuatan mereka semakin melemah.
BACA JUGA:Apa yang Membuat Kurma Begitu Khas dan Penuh Sejarah? Simak Penjelasannya!
Bagi mereka, menyerah berarti kehilangan harga diri sebagai bangsa.
Puputan menjadi pilihan akhir yang menggambarkan semangat tak kenal menyerah: perang sampai mati daripada hidup sebagai budak penjajah.
Dampak Perang Puputan
Perang Puputan Suku Osing tidak hanya menjadi saksi bisu keberanian masyarakat lokal, tetapi juga menjadi inspirasi bagi daerah lain untuk melawan penjajahan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: