Film Jendela Seribu Sungai, Angkat Budaya dan Perjuangan Anak Banjarmasin
Film Jendela Seribu Sungai, Angkat Budaya dan Perjuangan Anak Banjarmasin-net-net
Sementara Kejora yang bercita-cita menjadi seorang dokter, tampaknya harus menelan kenyataan pahit untuk tidak menggapainya.
Hal itu lantaran rasa trauma sang ayah terhadap seorang dokter di sebuah puskesmas. Ketika tidak mampu menyelamatkan nyawa istrinya pasca melahirkan.
Ayah Kejora merasa profesi dokter bukanlah penolong, melainkan perenggut nyawa wanita yang ia cintai. Begitu pun dengan Bunga yang tak pernah berani mengembangkan bakat tarinya.
Terlebih di depan orang tuanya yang serba berkecukupan. Gangguan down syndrome membuat orang tua Bunga meredupkan cita-citanya menjadi penari.
Sinopsis Jendela Seribu Sungai membawa pesan yang mengharukan. Tanpa menghilangkan sisi hiburan yang cukup unik.
Bahkan di sejumlah momen, film ini turut menonjolkan kultur dan sudut-sudut ikonik Kota Banjarmasin.
BACA JUGA:Sinopsis Ketika Berhenti di Sini, Ketika Prilly Latuconsina Dihadang Kenangan
Mengadaptasi Novel Best Seller
Pada dasarnya, kisah Jendela Seribu Sungai berasal dari novel terlaris karya 2 penulis berbakat. Mereka adalah Miranda dan Avesina Soebli yang telah berhasil menerbitkan persembahan terbaiknya di Grasindo.
Novel dengan jumlah 316 halaman tersebut rilis pada 15 September 2018 silam. Mengulas dari pengalaman para pembaca, konflik yang terdapat di novel ini sangat unik serta langka.
Miranda dan Avesina berhasil menyajikan keberagaman kultur masyarakat Banjar dan Dayak dalam sebuah kisah mengharukan.
Mewujudkan sinopsis Jendela Seribu Sungai menjadi sebuah film kabarnya menemui banyak tantangan.
Tim produksi bahkan membutuhkan waktu selama 4 tahun untuk melakukan riset, pengembangan, sampai proses syuting. Selain itu, proses produksinya bahkan menggelontorkan dana hingga Rp 6.6 miliar.
BACA JUGA:Film Horor Tari Kematian, Misteri Tarian Kuno yang Terkutuk
Daftar Para Pemeran
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: