Midang Bebuke, Tradisi Lebaran Paling Unik Suku Kayuagung Sumatera Selatan

PAGARALAMPOS.COM - Setiap tahun pada Hari Raya Idulfitri, masyarakat Kayuagung di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan, merayakan tradisi unik yang dikenal sebagai Midang Bebuke.

Tradisi ini tidak hanya menjadi bagian integral dari budaya lokal, tetapi juga telah diakui sebagai warisan budaya tak benda oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.

Asal-usul dan Makna

Tradisi Midang Bebuke memiliki akar sejarah yang kaya. Menurut Saiful Ardan, seorang tokoh masyarakat Kayuagung, tradisi ini bermula sekitar abad ke-17 sebagai bagian dari sebuah perseteruan antara keluarga mempelai laki-laki dan perempuan.

Pada zaman itu, keluarga mempelai laki-laki berasal dari kalangan yang kurang mampu, sementara keluarga mempelai perempuan berasal dari kalangan yang lebih terpandang.

BACA JUGA:Mengenal Keanekaragaman Suku di Sumatera Selatan, Ada Yang Tinggal Pinggir Sungai Hingga Perbukitan

Konflik ini menciptakan sebuah persyaratan yang tidak lazim: keluarga mempelai perempuan menuntut arak-arakan kereta hias yang menyerupai naga lengkap dengan gegawaannya sebagai syarat pernikahan.

Syarat ini, meskipun awalnya kontroversial, akhirnya dipenuhi dan menjadi cikal bakal dari apa yang kita kenal sebagai Midang Bebuke.

Prosesi Midang Bebuke

Hingga kini, Midang Bebuke di Kayuagung menjadi sebuah pesta yang meriah dan teratur.

BACA JUGA:Pj Wako Terima Penghargaan dari Kepala BASARNAS Sumsel, Dukung Penuh Giat Operasi BASARNAS

Pada tahun ini, acara tersebut dihadiri oleh puluhan pasang pengantin yang mengelilingi jalanan di sepanjang Sungai Komering.

Mereka berjalan dengan megah, mengenakan pakaian adat perkawinan Kayuagung, sambil diiringi oleh musik tradisional jidur.

Midang sendiri dalam bahasa lokal berarti "berjalan kaki," sedangkan bebuke mengacu pada perayaan lebaran.

Sumber: