Revolusi Pendidikan Tekstil di Indonesia, Mengapa Banyak Kampus Tekstil Tutup?

Revolusi Pendidikan Tekstil di Indonesia, Mengapa Banyak Kampus Tekstil Tutup?

Revolusi Pendidikan Tekstil di Indonesia, Mengapa Banyak Kampus Tekstil Tutup?--

PAGARALAMPOS.COM - Perguruan tinggi tekstil di Indonesia, yang dulunya menjadi kebanggaan pada masa pemerintahan Presiden Soeharto, kini menghadapi tantangan serius yang mengancam eksistensinya.

Seiring dengan kemunduran industri tekstil pasca-Soeharto, banyak kampus tekstil yang telah berjaya di era tersebut kini berjuang untuk bertahan.

Menurut M Shobirin F Hamid, Ketua Umum Insan Kalangan Ahli Tekstil Seluruh Indonesia (IKATSI), kejayaan kampus tekstil pada masa lalu terkait erat dengan kontribusi industri tekstil sebagai penyumbang devisa terbesar bagi Indonesia.

Era keemasan ini, terutama pada tahun 1970-an hingga 1980-an, memunculkan banyak kampus tekstil yang berperan penting dalam mencetak SDM unggul di bidang ini.

BACA JUGA:PKS Kota Pagaralam Siap Umumkan Calon Yang Bakal di Usung untuk Pilkada 2024

Namun, setelah Soeharto lengser dari jabatannya, industri tekstil mengalami kemerosotan yang signifikan. Krisis ekonomi pada tahun 1998 memperburuk kondisi ini dengan banyaknya pabrik tekstil yang tutup.

Dampaknya tidak hanya terasa pada industri, tetapi juga pada perguruan tinggi tekstil yang bergantung pada industri tersebut untuk keberlangsungan program pendidikannya.

"Pada akhir tahun 90-an, ketika tekstil sudah mulai pudar masa jayanya, bukan berarti turun, tapi memudar masa jayanya," ungkap Shobirin.

Hal ini mencerminkan realitas bahwa tidak hanya industri, tetapi juga pendidikan tekstil mengalami tantangan serius dalam menjaga relevansinya.

BACA JUGA:Herman Deru dan Cik Ujang Bertemu Warga Pagaralam, Empat Lawang, dan Lahat

Saat ini, hanya enam kampus tekstil yang masih beroperasi di Indonesia: ITT STTT Bandung, UII Yogyakarta, STT Wastukancana Purwakarta, Poltek Enjinering Indorama Purwakarta, Akademi Komunitas Tekstil Solo, dan Akom Tekstil API Surabaya.

Sementara itu, banyak kampus lainnya mengalami penurunan atau bahkan menutup program studi tekstil mereka karena minimnya minat dan tantangan ekonomi yang menghantam industri.

Shobirin menegaskan bahwa meskipun beberapa kampus baru telah dibuka kembali setelah masa kejayaan mereka yang lama, seperti UII yang baru saja direvitalisasi, tantangan tetap besar.

"Mindset masyarakat Indonesia tentang masa depan lulusan dari kampus tekstil juga menjadi kendala berat bagi pemilik kampus," tambahnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: