Tradisi Memanjangkan Leher Suku Karen yang Dinilai Sebagai Keindahan, Simbolisme, dan Kontroversi!

Tradisi Memanjangkan Leher Suku Karen yang Dinilai Sebagai Keindahan, Simbolisme, dan Kontroversi!

Tradisi Memanjangkan Leher Suku Karen yang Dinilai Sebagai Keindahan, Simbolisme, dan Kontroversi!--

PAGARALAMPOS.COM - Tradisi memanjangkan leher yang dikenal dengan istilah "giraffe women" atau "wanita jerapah" dari suku Karen di Thailand dan Myanmar telah menjadi sorotan dunia karena keunikan dan keindahannya.

Praktik ini, yang juga dikenal sebagai "penambahan cincin leher," melibatkan penggunaan cincin tembaga atau logam lainnya yang diletakkan di sekitar leher, menyebabkan rongga di antara tulang rusuk dan bahu terdesak ke bawah.

Proses ini dimulai pada usia yang sangat muda, seringkali sekitar lima tahun, dan terus berlanjut sepanjang hidup, dengan wanita menambahkan lebih banyak cincin untuk membuat leher tampak lebih panjang.

Alasan di balik tradisi ini memiliki akar yang dalam dalam kebudayaan suku Karen.

BACA JUGA:Jejak Sejarah, Reruntuhan Masjid Zaman Awal Islam di Israel

Leher yang panjang dianggap sebagai simbol kecantikan dan status sosial yang tinggi.

Suku Karen percaya bahwa wanita dengan leher yang panjang lebih cantik dan elegan, dan ini juga dianggap sebagai tanda kedewasaan dan kematangan.

Selain itu, leher yang panjang dianggap sebagai tanda kekuatan dan perlindungan dari roh jahat.

Meskipun tradisi ini telah berlangsung selama berabad-abad dan dihormati oleh suku Karen, praktik ini telah menuai kontroversi di luar komunitas mereka.

BACA JUGA:Film Panji Tengkorak Kisah Pilu Percintaan Pendekar Silat, Berikut Sinopsisnya

Banyak yang mengkritiknya sebagai bentuk mutilasi tubuh yang tidak etis dan merugikan bagi kesehatan wanita.

Penggunaan cincin leher dapat menyebabkan masalah kesehatan serius, seperti kerusakan tulang belakang, kesulitan bernapas, dan infeksi kulit.

Di beberapa daerah, tradisi ini mulai tergelincir karena tekanan dari pemerintah dan organisasi hak asasi manusia yang memperjuangkan perlindungan wanita.

Beberapa wanita dari suku Karen juga memilih untuk tidak melanjutkan tradisi ini untuk alasan kesehatan atau karena ingin mengejar pendidikan dan peluang lain di luar komunitas mereka.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: