Penanganan Korupsi Pembangunan Pasar Cinde Palembang Terhambat oleh Kurangnya Personel

Penanganan Korupsi Pembangunan Pasar Cinde Palembang Terhambat oleh Kurangnya Personel

Penanganan Korupsi Pembangunan Pasar Cinde-Kolase by Pagaralampos.com-net

PALEMBANG, PAGARALAMPOS.COM - Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Selatan (Sumsel), Abdullah Noer Denny SH MH, mengakui bahwa penanganan perkara dugaan korupsi pembangunan Pasar Cinde PALEMBANG terbilang lamban. 

Menurutnya, faktor penyebab utamanya adalah kurangnya personel di Bidang Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Sumsel.

Meskipun demikian, proses penyidikan masih terus berlangsung meski dalam tempo yang lambat.

Aspidsus menjelaskan bahwa tim penyidik Pidsus Kejati Sumsel, yang menangani perkara korupsi Pasar Cinde Palembang, juga terlibat dalam penanganan perkara lainnya. 

BACA JUGA:Kejari Bongkar Mafia Tanah di Pagar Alam, Tersangka 3 ASN BPN

Hal ini membuat fokus tim terpecah dan memperlambat proses penyidikan.

Selain itu, Kejati Sumsel juga tengah sibuk menangani sejumlah perkara korupsi lainnya yang berkaitan dengan pengembalian keuangan negara. 

Namun, Aspidsus menegaskan bahwa proses penyidikan tetap berlanjut meskipun dengan kecepatan yang terbatas.

Dalam penjelasannya, Kepala Kejati Sumsel, Dr Yulianto SH MH, sebelumnya menyebutkan bahwa penyidikan kasus dugaan korupsi pembangunan Pasar Cinde merupakan salah satu tunggakan perkara Kejati Sumsel.

BACA JUGA:Kejari OKI Tetapkan Dua Tersangka Baru dalam Kasus Korupsi PAD Senilai Rp9,6 Miliar

Hal ini disebabkan oleh fokus penanganan perkara korupsi pada sektor pendapatan negara.

Meskipun demikian, Yulianto menegaskan bahwa proses penyidikan terhadap kasus Pasar Cinde masih berada dalam tahap penyidikan umum.

Sebelumnya, Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan memutuskan untuk membatalkan kontrak pembangunan Pasar Cinde dengan PT Magna Beatum Aldiron Plaza Cinde, setelah proyek tersebut terbengkalai selama bertahun-tahun. 

Proyek pembangunan Aldiron Plaza Pasar Cinde (APC) senilai Rp 330 miliar dimulai sejak Juni 2018, namun terhenti akibat Pandemi Covid-19 pada tahun 2019. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: