Wow! Kuliner Jawa Kuno Ini Eksis di Majapahit Hingga Sekarang

Wow! Kuliner Jawa Kuno Ini Eksis di Majapahit Hingga Sekarang

Wow! Kuliner Jawa Kuno Ini Eksis di Majapahit Hingga Sekarang-Foto: net-

PAGARALAMPOS.COM - Banyak orang terkejut menemukan gaya makan Majapahit yang biadab dan tidak higienis dalam catatan Ma Huan, seorang penerjemah yang bergabung dalam rombongan Cheng Ho (1371-1433), ketika sang laksamana mengunjungi Jawa pada abad ke-15.

Namun, benarkah orang Jawa kuno hanya mengenal semut, serangga, dan ulat bakar, seperti yang ditunjukkan Ma Huan?

Artikel ini akan membawa Anda berkeliling prasasti, papirus, dan kuil, menelusuri aroma lezat yang terpancar dari ratusan tahun lalu, dari rumah dan dapur istana, untuk membuktikan nilai catatan Ma Xun.

Dalam buku harian pribadinya, Yingya Shenglan (1416 M), Ma Huan menceritakan bahwa orang Majapahit suka memakan semut, serangga, dan ulat bulu, yang hanya dihangatkan dalam waktu singkat.

BACA JUGA:Dibalik Keindahannya. Ternyata Gunung Bromo Menyimpan Misteri dan Mitos yang Mengerikan

Bagi Ma Huan, piring kotor sesuai dengan kebiasaan Majapahit yaitu makan dan keramas. Namun latar belakang Ma Xun yang berasal dari negara, agama dan budaya yang berbeda sangat mempengaruhi pandangannya.

Orang Jawa kuno tentu memiliki pandangan dan kesukaannya masing-masing. 

Mengonsumsi serangga dan ulat, bahkan sampai sekarang, masih menjadi tradisi di berbagai tempat di Indonesia, sebagai sumber protein yang tinggi.

Ini menjadi bukti bahwa pandangan Ma Huan tidak mencerminkan seluruh kebudayaan Jawa kuno.

Mengenai validitas catatan sejarah, artikel ini menyoroti bahwa berita asing seperti catatan Tiongkok, Arab, Portugis, dan lainnya, hanya bisa dianggap sebagai sumber sezaman, yang meski lebih tinggi dari sumber sekunder, namun masih di bawah sumber primer, yang ditulis langsung oleh pelaku sejarah atau saksi mata dari orang Jawa kuno itu sendiri.

BACA JUGA:Anda Mudah Lemas? Pahami Gejala Kekurangan Mineral dalam Tubuh dan Cara Mengatasinya

Orang luar memiliki bias dan keterbatasan dalam memahami budaya kita.

Oleh karena itu, perlu melihat berbagai sumber primer seperti prasasti, relief candi, dan karya sastra untuk mendapatkan pemahaman yang lebih akurat tentang kuliner Jawa kuno meskipun prasasti-prasasti banyak mengulas tentang berkaitan dengan penetapan sima atau tanah perdikan.

Lalu pa itu sima? Sima adalah wilayah yang dibebaskan dari pajak, karena warganya diwajibkan merawat bangunan suci, seperti candi, atau fasilitas publik di situ.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: