Sejarah Perkembangan dan Perjalanan Spiritual Ibadah Haji dari Indonesia ke Tanah Suci, Ternyata Dulu Begini!

Sejarah Perkembangan dan Perjalanan Spiritual Ibadah Haji dari Indonesia ke Tanah Suci, Ternyata Dulu Begini!

Sejarah Perkembangan dan Perjalanan Spiritual Ibadah Haji dari Indonesia ke Tanah Suci, Ternyata Dulu Begini!-Kolase-Berbagai Sumber

PAGARALAMPOS.COM - Sejarah orang Indonesia menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci Makkah al-Mukarramah telah berlangsung semenjak berabad-abad silam.

Jalur maritim Kepulauan Nusantara, Teluk Persia, dan Laut Merah telah dikenal sejak dahulu kala.

Berbagai sumber menyebutkan bahwa sejak dibukanya Terusan Suez tahun 1869, waktu yang ditempuh dalam transportasi laut dari Indonesia ke Jeddah menjadi lebih cepat dan lebih murah, serta relatif menguntungkan dari segi keamanan pelayaran.

Sebelum ada kapal uap, perjalanan jemaah haji Indonesia untuk sampai ke Jeddah mengarungi lautan dilakukan dengan kapal layar.


--

BACA JUGA:Mitos atau Fakta. Atlantis yang Hilang Sudah Ditemukan di Gunung Padang

Dalam bukunya "Administrasi Islam Di Indonesia," Prof. Dr. Deliar Noer (1983) menyebutkan bahwa Indonesia termasuk negeri yang banyak mengirim jemaah haji di antara negeri-negeri bukan Arab.

Pada masa penjajahan Belanda, tahun 1926/1927 menjadi puncak jumlah orang Indonesia yang pergi ke Makkah dengan sekitar 52.000 orang.

Gelar haji dipandang sebagai gelar terhormat dan umumnya mereka memakai jubah atau serban. Masyarakat memberikan perhatian kepada nasihat-nasihat para haji dan mengambil keteladanan dari ketaatannya dalam beribadah.

Pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Daendels, pemerintah kolonial Hindia Belanda menerbitkan ordonansi (regulasi) mengenai perjalanan haji.

BACA JUGA:Mengapa Prabu Brawijaya Sampai Tega Mengutuk Adipati Cepu Serta Keturunannya, Ini Dia Alasannya

Dalam ordonansi haji 1859, Pemerintah Hindia Belanda menetapkan persyaratan bahwa calon jemaah haji harus mempunyai cukup uang untuk membiayai perjalanan ke Makkah.


--

Persyaratan ini dibuktikan dengan jaminan dari Bupati bahwa calon haji yang akan memperoleh paspor/pas jalan memiliki uang untuk membiayai perjalanan dan kebutuhan hidup keluarga yang ditinggalkannya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: