Kata-kata Puitis Kahlil Gibran, Penyair Cinta Abad 19, Bikin Meleleh!
Reporter:
Almi|
Editor:
Almi|
Senin 12-06-2023,07:10 WIB
makam Khalil Gibran-wikipidia-pagaralampos.com
PAGARALAMPOS - Banyaknya Puisi Cinta yang di Buat oleh Khalil Gibran membuat penyair satu ini dikenal dengan puisi-puisi cinta yang mendalam.
Zaman melinial ini jika Khalil Gibran masih hidup, maka akan membuat para wanita menjadi meleleh dengan syair-syair cintanya.
Sayair cinta Khalil Gibran jumlahnya ribuan dan selalu bisa menyampaikan apa yang ada di hati pendengan syair cinta ini.
Salah satu Syair Cinta Khalil Gibran yakni "Hidup tanpa cinta layaknya sebuah pohon yang tidak berbuah."
Makna Syair ini sangat mendalam, dan Khalil gibran mengibaratkan cinta seperti pohon yang tidak menghasilkan buah.
Anak-anak Melinial pasti banyak yang tidak kenal dengan nama satu ini Kahlil Gibran, sosok penyair di zaman 1900an.
Khalil Gibran atau nama asli-nya Gibran Khalil Gibran, bahasa Arab: جبران خليل جبران, (Jubrān Khalīl Jubrān).
Lahir pada tanggal 6 Januari 1883 dan wafat di tanggal 10 April 1931, Disadur dari halaman Wikipidia, Khalil Gibran adalah seorang seniman, penyair, dan penulis Lebanon-Amerika.
Penyair ini Lahir di Lebanon yang saat itu masih masuk dalam Provinsi Suriah pada Kesultanan Utsmaniyah dan menghabiskan sebagian besar masa dewasanya di Amerika Serikat.
Salah satu karyanya yang sangat terkenal dikalangan Penyair dan Budayawan adalah sebuah buku yang berjudul The Prophet.
Kehidupan awal Penyair Cinta ini, dihabiskan di Lebanon, Gibran kecil lahir di Basyari, Lebanon dari keluarga Katolik Maronit.
Basyari sendiri merupakan daerah yang sering diserang badai, gempa serta petir.
Tak heran bila sejak kecil, Gibran sudah terbiasa menangkap fenomena-fenomena alam yang akan menjadi benang merah puisi-puisinya tentang alam dan cinta.
Di usia 10 tahun, bersama ibu dan kedua adik perempuannya, Gibran pindah ke Boston, Massachusetts, Amerika Serikat.
Tak heran bila kemudian Gibran kecil mengalami perubahan budaya Culter Shock yang banyak dialami oleh para imigran lain yang datang ke Amerika Serikat pada akhir abad ke-19.
Keseharian Gibran di bangku sekolah umum di Boston diisi dengan masa akulturasinya atau pencampuran budaya.
Oleh sebab itu bahasa dan gayan Penulisan dikemudian hari dibentuk oleh corak kehidupan Amerika.
Namun, proses Amerikanisasi Gibran hanya berlangsung selama tiga tahun karena setelah itu dia kembali ke Beirut.
Di mana dia belajar di College de la Sagasse sekolah tinggi Katolik Maronit sejak tahun 1899 sampai 1902.
Selama awal masa remaja, visinya tentang tanah kelahiran dan masa depannya mulai terbentuk.
Kesultanan Usmaniyah yang sudah lemah, sifat munafik organisasi gereja, dan peran kaum wanita Asia Barat yang sekadar sebagai pengabdi.
Mengilhami cara pandang Gibran yang kemudian dituangkan ke dalam karya-karyanya yang berbahasa Arab.
Gibran meninggalkan tanah airnya lagi saat ia berusia 19 tahun, tetapi ingatannya tak pernah bisa lepas dari Lebanon. Lebanon sudah menjadi inspirasinya.
Di Amerika Khalil Gibran menulis tentang negerinya itu untuk mengekspresikan dirinya.
Ini yang kemudian justru memberinya kebebasan untuk menggabungkan 2 pengalaman budayanya yang berbeda menjadi satu.
Gibran menulis drama pertamanya di Paris dari tahun 1901 hingga 1902, dimana saat itu usianya menginjak 20 tahun.
Karya pertamanya, "Spirits Rebellious" ditulis di Boston dan diterbitkan di New York City, yang berisi empat cerita kontemporer sebagai sindiran keras yang menyerang orang-orang korup yang dilihatnya.
Akibatnya, Gibran menerima hukuman berupa pengucilan dari Kaumnya.
Akan tetapi, sindiran-sindiran Gibran itu tiba-tiba dianggap sebagai harapan dan suara pembebasan bagi kaum tertindas di Asia Barat.
Masa-masa pembentukan diri selama di Paris cerai-berai ketika Gibran menerima kabar dari Konsulat Jendral Turki, bahwa sebuah tragedi telah menghancurkan keluarganya.
Adik perempuannya yang paling muda berumur 15 tahun, Sultana, meninggal karena Penyakit TBC.
Gibran segera kembali ke Boston. Kakaknya, Peter, seorang pelayan toko yang menjadi tumpuan hidup saudara-saudara dan ibunya juga meninggal karena TBC.
Ibu yang memuja dan dipujanya, Kamilah, juga telah meninggal dunia karena tumor ganas.
Hanya adiknya, Marianna, yang masih tersisa, dan ia dihantui trauma penyakit dan kemiskinan keluarganya.
Kematian anggota keluarga yang sangat dicintainya itu terjadi antara bulan Maret dan Juni tahun 1903. Gibran dan adiknya lantas harus menyangga sebuah keluarga yang tidak lengkap ini dan berusaha keras untuk menjaga kelangsungan hidupnya.
Pada tahun-tahun awal kehidupan mereka berdua, Marianna membiayai penerbitan karya-karya Gibran dengan biaya yang diperoleh dari hasil menjahit di Miss Teahan's Gowns.
Berkat kerja keras adiknya itu, Gibran dapat meneruskan karier keseniman dan kesasteraannya yang masih awal.
Pada tahun 1908 Gibran singgah di Paris lagi, di sini dia hidup senang karena secara rutin menerima cukup uang dari Mary Haskell, seorang wanita kepala sekolah yang berusia 10 tahun lebih tua namun dikenal memiliki hubungan khusus dengannya sejak masih tinggal di Boston.
Dari tahun 1909 sampai 1910, dia belajar di School of Beaux Arts dan Julian Academy.
Kembali ke Boston, Gibran mendirikan sebuah studio di West Cedar Street di bagian kota Beacon Hill. Ia juga mengambil alih pembiayaan keluarganya.
Massa Massa di Amerika Serikat, pada tahun 1911 Gibran pindah ke kota New York.
Di New York Gibran bekerja di apartemen studionya di 51 West Tenth Street, sebuah bangunan yang sengaja didirikan untuk tempat ia melukis dan menulis.
Sebelum tahun 1912 "Broken Wings" telah diterbitkan dalam Bahasa Arab, buku ini bercerita tentang cinta Selma Karami kepada seorang muridnya.
Namun, Selma terpaksa menjadi tunangan kemenakannya sendiri sebelum akhirnya menikah dengan suami yang merupakan seorang uskup yang oportunis.
Karya Gibran ini sering dianggap sebagai otobiografinya, pengaruh "Broken Wings" terasa sangat besar di dunia Arab.
Karena untuk pertama kalinya wanita-wanita Arab yang dinomorduakan mempunyai kesempatan untuk berbicara.
Bahwa mereka adalah istri yang memiliki hak untuk memprotes struktur kekuasaan yang diatur dalam perkawinan.
Cetakan pertama "Broken Wings" ini dipersembahkan untuk Mary Haskell.
Gibran sangat produktif dan hidupnya mengalami banyak perbedaan pada tahun-tahun berikutnya.
Selain menulis dalam bahasa Arab, dia juga terus menyempurnakan penguasaan bahasa Inggrisnya dan mengembangkan kesenimanannya.
Ketika terjadi perang besar di Lebanon, Gibran menjadi seorang pengamat dari kalangan nonpemerintah bagi masyarakat Suriah yang tinggal di Amerika.
Ketika Gibran dewasa, pandangannya mengenai dunia Timur meredup.
Pierre Loti, seorang novelis Prancis, yang sangat terpikat dengan dunia Timur pernah berkata pada Gibran, kalau hal ini sangat mengenaskan!
Disadari atau tidak, Gibran memang telah belajar untuk mengagumi kehebatan Barat.
Karya dan kepengarangan, sebelum tahun 1918, Gibran sudah siap meluncurkan karya pertamanya dalam bahasa Inggris, "The Madman", "His Parables and Poems".
Persahabatan yang erat antara Mary tergambar dalam "The Madman".
Setelah "The Madman", buku Gibran yang berbahasa Inggris adalah "Twenty Drawing", 1919; "The Forerunne", 1920; dan "The Prophet" pada tahun 1923.
Karya-karya itu adalah suatu cara agar dirinya memahami dunia sebagai orang dewasa dan sebagai seorang siswa sekolah di Lebanon, ditulis dalam bahasa Arab.
Tetapi tidak dipublikasikan dan kemudian dikembangkan lagi untuk ditulis ulang dalam bahasa Inggris pada tahun 1918–1922.
Sebelum terbitnya "The Prophet", hubungan antara Mary dan Gibran mulai tidak jelas.
Mary dilamar Florance Minis, seorang pengusaha kaya dari Georgia, ia menawarkan pada Mary sebuah kehidupan mewah dan mendesaknya agar melepaskan tanggung jawab pendidikannya.
Walau hubungan Mary dan Gibran pada mulanya diwarnai dengan berbagai pertimbangan dan diskusi mengenai kemungkinan pernikahan mereka, tetapi pada dasarnya prinsip-prinsip Mary selama ini banyak yang berbeda dengan Gibran.
Ketidaksabaran mereka dalam membina hubungan dekat dan penolakan mereka terhadap ikatan perkawinan dengan jelas telah merasuk ke dalam hubungan tersebut. Akhirnya Mary menerima Florance Minis.
Pada tahun 1920 Gibran mendirikan sebuah asosiasi penulis Arab yang dinamakan Arrabithah Al Alamia (Ikatan Penulis).
Tujuan ikatan ini merombak kesusastraan Arab yang stagnan,seiring dengan naiknya reputasi Gibran, ia memiliki banyak pengagum.
Salah satunya adalah Barbara Young, ia mengenal Gibran setelah membaca "The Prophet".
Barbara Young sendiri merupakan pemilik sebuah toko buku yang sebelumnya menjadi guru bahasa Inggris.
Selama 8 tahun tinggal di New York, Barbara Young ikut aktif dalam kegiatan studio Gibran.
Gibran menyelesaikan "Sand and Foam" tahun 1926, dan "Jesus the Son of Man" pada tahun 1928.
Ia juga membacakan naskah drama tulisannya, "Lazarus" pada tanggal 6 Januari 1929, setelah itu Gibran menyelesaikan "The Earth Gods" pada tahun 1931.
Karyanya yang lain "The Wanderer", yang selama ini ada di tangan Mary.
Diterbitkan tanpa nama pada tahun 1932, setelah kematiannya, juga tulisannya yang lain "The Garden of the Propeth".
Kematian Khalil Gibran, pada tanggal 10 April 1931 jam 11.00 malam, Gibran meninggal dunia.
Tubuhnya memang telah lama digerogoti sirosis hati dan tuberkulosis, tapi selama ini ia menolak untuk dirawat di rumah sakit.
Pada pagi hari terakhir itu, dia dibawa ke St. Vincent's Hospital di Greenwich Village.
Hari berikutnya Marianna mengirim telegram ke Mary di Savannah untuk mengabarkan kematian penyair ini.
Meskipun harus merawat suaminya yang saat itu juga menderita sakit, Mary tetap menyempatkan diri untuk melayat Gibran.
Jenazah Gibran kemudian dikebumikan tanggal 21 Agustus di Mar Sarkis (sekarang Gibran Museum), sebuah biara Karmelit di mana Gibran pernah melakukan ibadah.
Sepeninggal Gibran, Barbara Younglah yang mengetahui seluk-beluk studio, warisan dan tanah peninggalan Gibran.
Juga secarik kertas yang bertuliskan, "Di dalam hatiku masih ada sedikit keinginan untuk membantu dunia Timur, karena ia telah banyak sekali membantuku."
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: