Dalam rapat tersebut, Menteri Nusron hadir didampingi Direktur Jenderal Tata Ruang, Suyus Windayana, beserta jajaran pejabat Kementerian ATR/BPN.
Lebih lanjut, Menteri Nusron menekankan bahwa LP2B memiliki peran strategis dalam menjaga ketahanan pangan nasional.
Oleh sebab itu, alih fungsi lahan LP2B pada prinsipnya tidak diperbolehkan.
BACA JUGA:Wamen ATR/BPN Pastikan Layanan Sertipikat Bagi Korban Bencana Banjir Berjalan Optimal
Pengecualian hanya diberikan untuk Proyek Strategis Nasional (PSN) dan kepentingan umum, itupun dengan persyaratan yang sangat ketat.
Ia menjelaskan bahwa Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan telah mengatur kewajiban penggantian lahan bagi setiap alih fungsi LP2B.
Untuk lahan sawah beririgasi, penggantian wajib dilakukan minimal tiga kali lipat dengan tingkat produktivitas yang sama.
Sementara itu, lahan rawa reklamasi harus diganti paling sedikit dua kali lipat, dan lahan tidak beririgasi satu kali lipat.
BACA JUGA:Menteri ATR/BPN Tekankan Pembenahan Menyeluruh Hadapi Disrupsi Pelayanan Pertanahan
“Lahan pengganti menjadi tanggung jawab pemohon dan harus merupakan milik pemohon sendiri.
Lahan tersebut bukan sawah, melainkan lahan baru yang kemudian dicetak menjadi sawah.
Jika mencari sawah lain sebagai pengganti, itu tidak menyelesaikan persoalan,” tegasnya.
Menteri Nusron juga mengingatkan bahwa pelanggaran terhadap ketentuan LP2B memiliki konsekuensi hukum yang serius.
Berdasarkan Pasal 72 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009, pelanggaran alih fungsi LP2B tanpa memenuhi kewajiban penggantian lahan dapat dikenai pidana penjara hingga lima tahun.
BACA JUGA:Menteri ATR/BPN Buka Rakernas 2025: Tegaskan Tiga Agenda Utama Transformasi Pelayanan
Sanksi tersebut tidak hanya berlaku bagi pemohon, tetapi juga bagi pemberi izin serta pejabat yang membiarkan pelanggaran terjadi, termasuk kepala daerah.