Fungsi utama gedung ini sejak awal adalah sebagai kantor penerbitan dan percetakan. Di sinilah banyak buku dicetak, diedarkan, dan diperkenalkan kepada masyarakat luas.
Bagi dunia literasi Indonesia, gedung ini bagaikan “jantung” yang memompa kehidupan baru pada perkembangan bahasa dan sastra.
Peran Penting dalam Sastra Indonesia
Yang membuat Gedung Balai Pustaka sangat bersejarah adalah perannya sebagai tempat lahirnya karya-karya sastra besar yang menjadi fondasi kesusastraan Indonesia modern.
BACA JUGA:Festival Rakyat yang Menghidupkan Lagi Kisah Kerajaan di Tengah Kota
Dari gedung inilah lahir novel-novel legendaris seperti Sitti Nurbaya karya Marah Rusli, Azab dan Sengsara karya Merari Siregar, serta Salah Asuhan karya Abdul Muis.
Novel-novel tersebut tidak hanya menjadi hiburan, tetapi juga alat pendidikan dan penyadaran masyarakat pribumi akan kondisi sosial yang mereka alami.
Misalnya, Sitti Nurbaya menggambarkan perlawanan terhadap kawin paksa, sementara Salah Asuhan menyoroti benturan budaya antara Barat dan Timur.
Semua karya itu lahir melalui proses penerbitan di Balai Pustaka, menjadikan gedung ini pusat lahirnya sastra bernuansa perlawanan dan perubahan.
BACA JUGA:Yuk Ungkap Misteri Batu Megalit di Tengah Ladang yang Bikin Penasaran dan Penuh Cerita
Balai Pustaka dalam Masa Perjuangan
Ketika Indonesia memasuki masa perjuangan kemerdekaan, peran Gedung Balai Pustaka semakin terasa penting.
Buku-buku yang diterbitkan tidak hanya karya sastra, tetapi juga literatur yang mendorong semangat nasionalisme.
Meskipun pada masa kolonial pemerintah Belanda berusaha mengontrol isi bacaan, banyak penulis yang cerdas menyelipkan kritik sosial dan pesan kebangsaan dalam karya mereka.
BACA JUGA: Manfaat Sehat Buah Sukun: Dari Jantung Kuat hingga Pencernaan Lancar
Gedung ini dengan demikian menjadi saksi bisu bagaimana sastra digunakan sebagai salah satu sarana perlawanan intelektual terhadap penjajahan.