PAGARALAMPOS.COM - Kelenteng Tay Kak Sie merupakan salah satu bangunan bersejarah yang berdiri megah di Kota Semarang, Jawa Tengah.
Kelenteng ini tidak hanya menjadi pusat ibadah umat Tri Dharma—yaitu penganut ajaran Buddha, Tao, dan Konghucu—tetapi juga menjadi saksi bisu perjalanan panjang sejarah etnis Tionghoa di Indonesia.
Kehadirannya mencerminkan akulturasi budaya antara Tiongkok dan Nusantara yang berlangsung selama berabad-abad.
Awal Berdirinya
BACA JUGA:Yuk Ungkap Misteri Batu Megalit di Tengah Ladang yang Bikin Penasaran dan Penuh Cerita
Kelenteng Tay Kak Sie pertama kali dibangun pada tahun 1746. Nama "Tay Kak Sie" sendiri berarti "Kuil Kebajikan yang Agung".
Pada awalnya, kelenteng ini hanya digunakan untuk memuja Dewa Kwan Sie Im Po Sat atau Dewi Welas Asih yang dikenal dalam ajaran Buddha.
Seiring berkembangnya komunitas Tionghoa di Semarang, kelenteng ini kemudian menjadi pusat pemujaan bagi berbagai dewa-dewi lain yang dipercaya membawa berkah, perlindungan, serta kesejahteraan bagi umatnya.
Keberadaan kelenteng ini erat kaitannya dengan kedatangan imigran Tionghoa ke Semarang pada masa kolonial.
BACA JUGA:Ayo Ikut Menyusuri Misteri Goa Kapur dengan Aliran Air Bawah Tanah!
Para pedagang dan pekerja dari Tiongkok yang bermukim di kawasan Pecinan Semarang mendirikan kelenteng ini sebagai pusat spiritual sekaligus simbol identitas budaya mereka.
Perkembangan Fungsi Kelenteng
Seiring perjalanan waktu, Kelenteng Tay Kak Sie tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah, tetapi juga menjadi pusat kegiatan sosial dan budaya masyarakat Tionghoa di Semarang.
Di dalam kelenteng ini, terdapat banyak altar untuk memuja dewa-dewi yang berbeda, di antaranya Sam Po Kong (Laksamana Cheng Ho), Thian Shang Sheng Mu (Dewi Laut), serta Kongco Kwan Kong (dewa keadilan dan kesetiaan).
BACA JUGA:Jejak Sejarah, Filosofi, dan Simbol Kepemimpinan Suku Ende-Lio di Nusa Tenggara Timur