PAGARALAMPOS.COM - Benteng Keraton Buton merupakan peninggalan sejarah yang mencerminkan kemegahan peradaban maritim di masa lampau.
Terletak di Kota Baubau, Sulawesi Tenggara, benteng ini menjadi saksi bisu dari perkembangan Kesultanan Buton, yang pernah berjaya di wilayah timur Nusantara.
Dengan luas mencapai 23,3 hektare dan bentuk yang menyerupai lingkaran tak sempurna, benteng ini bahkan tercatat dalam Guinness World Records sebagai benteng terluas di dunia.
Awal Berdirinya Bente
Sejarah Benteng Keraton Buton tidak bisa dilepaskan dari berdirinya Kerajaan Buton itu sendiri.
BACA JUGA:Kuliner Legendaris Sukabumi: Sajian Khas yang Menemani Sejarah Kota Sejak Masa Kolonial
Dahulu, Buton adalah kerajaan Hindu-Buddha yang muncul sekitar abad ke-14. Kesultanan Buton mulai membangun sistem pemerintahan dan pertahanan yang teratur, salah satunya melalui pendirian benteng yang berfungsi sebagai pusat pemerintahan sekaligus perlindungan rakyat.
Pembangunan benteng berlangsung secara bertahap, dimulai pada masa Sultan ke-6 hingga rampung pada masa Sultan ke-20.
Tujuan utamanya adalah melindungi pusat pemerintahan dan tempat tinggal keluarga sultan dari ancaman, baik dari bajak laut maupun penjajah asing.
Struktur dan Arsitektur
Benteng ini memiliki bentuk yang tidak beraturan, menyesuaikan kontur perbukitan tempatnya berdiri. Batu kapur dan batu gunung digunakan sebagai material utama, direkatkan dengan campuran putih telur dan pasir agar tahan lama.
BACA JUGA:Tradisi Tabuik Pariaman: Sejarah, Makna, dan Prosesi Penuh Keunikan
Dinding benteng menjulang tinggi antara 4–8 meter dengan ketebalan mencapai dua meter di beberapa bagian.
Terdapat 12 pintu gerbang utama atau lawa, masing-masing memiliki nama dan fungsi berbeda, misalnya Lawa Lonto sebagai pintu utama dan Lawa Wolio untuk akses bangsawan.
Selain itu, terdapat 16 baluara (menara pengawas) yang digunakan sebagai titik pengintaian.
Di dalam kompleks benteng berdiri Masjid Agung Keraton Buton, Istana Malige, serta pemukiman rakyat.
BACA JUGA:Monumen Dharma Yudha Mandala: Jejak Sejarah dan Semangat Perjuangan TNI AD
Istana Malige dibangun sepenuhnya dari kayu tanpa paku, menjadi simbol arsitektur tradisional Buton yang menakjubkan
Pusat Pemerintahan dan Budaya
Benteng Keraton Buton bukan hanya berfungsi sebagai pertahanan, tetapi juga sebagai pusat pemerintahan, pendidikan, dan budaya.
Kesultanan Buton dikenal sebagai pusat penyebaran Islam di wilayah timur Indonesia, dengan para ulama yang menyebarkan ajaran Islam ke Sulawesi, Maluku, hingga Nusa Tenggara. Keberadaan benteng membantu memperkuat dakwah dan pendidikan Islam di wilayah ini.
Masa Penjajahan dan Perubahan
Selama masa kolonial Belanda, benteng tetap dipertahankan sebagai simbol otoritas lokal.
BACA JUGA:Cik Ujang: SDM Jadi Kunci Pengadaan Berkualitas
Meski pengaruh kesultanan menurun di bawah tekanan kolonial, sistem pemerintahan adat tetap berjalan hingga Kesultanan Buton resmi dibubarkan pada tahun 1960 seiring pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Seiring waktu, benteng sempat kehilangan fungsi dan perhatian. Namun, sejak era reformasi, pemerintah dan masyarakat lokal mulai menyadari nilai sejarahnya, sehingga pemugaran dan konservasi dilakukan agar benteng tetap lestari untuk generasi mendatang.
Warisan Budaya dan Pariwisata
Kini, Benteng Keraton Buton menjadi destinasi wisata sejarah utama di Sulawesi Tenggara. Ribuan wisatawan setiap tahun datang untuk menikmati kemegahan benteng, panorama laut dari bukit, dan menelusuri kisah masa lalu masyarakat lokal.
BACA JUGA:Cungkring Bogor: Nikmatnya Hidangan Tradisional Penuh Cerita dan Sejarah
Lebih dari sekadar bangunan, benteng ini menjadi simbol identitas dan warisan budaya Buton, menegaskan bahwa kejayaan sebuah peradaban ditentukan oleh kearifan lokal, tata pemerintahan yang baik, dan semangat menjaga tradisi.