PAGARALAMPOS.COM - Di balik lebatnya hutan Bolaang Mongondow, Gorontalo, tersembunyi sekelompok masyarakat adat yang hidup jauh dari peradaban modern.
Mereka dikenal sebagai Suku Polahi, kelompok etnis minoritas yang masih mempertahankan cara hidup tradisional sejak berabad-abad lalu.
Salah satu aspek kehidupan yang kerap menjadi sorotan dan menimbulkan tanda tanya adalah tradisi perkawinan sedarah yang dianut oleh suku ini.
Asal Usul Suku Polahi
BACA JUGA:Mengenal Sejarah Suku Rejang: Jejak Budaya dan Identitas di Tanah Bengkulu!
Suku Polahi diyakini sebagai keturunan dari orang-orang yang melarikan diri ke hutan pada masa penjajahan Belanda, sekitar abad ke-17 hingga ke-18.
Mereka memilih hidup mengasingkan diri karena menolak tunduk pada kekuasaan kolonial dan menolak ajaran agama serta sistem pemerintahan yang dibawa oleh para penjajah.
Seiring waktu, isolasi yang berlangsung secara turun-temurun menyebabkan mereka terputus dari dunia luar.
Tanpa akses ke pendidikan, agama, atau pengetahuan umum yang berkembang di masyarakat luas, Suku Polahi pun membentuk sistem sosial dan budaya mereka sendiri, termasuk dalam hal pernikahan.
Perkawinan Sedarah: Antara Pilihan dan Keterpaksaan
Tradisi perkawinan sedarah (incest) dalam masyarakat Polahi bukan sekadar pilihan, melainkan hasil dari kondisi geografis dan keterbatasan populasi.
BACA JUGA:Sejarah Suku Tikar: Menelusuri Asal-Usul, Budaya, dan Warisan Leluhur dari Tanah Kamerun!
Karena mereka hidup dalam kelompok kecil dan terisolasi di hutan, jumlah individu dalam komunitas sangat terbatas.
Dalam kondisi seperti ini, menikah dengan kerabat dekat—bahkan antara saudara kandung—dipandang sebagai satu-satunya cara mempertahankan keberlangsungan garis keturunan.