BACA JUGA:Sejarah Suku Kaili: Jejak Budaya dan Warisan Leluhur di Tanah Sulawesi Tengah!
Dalam sistem ini, setiap keluarga menganut norma adat yang ketat dan memiliki tanggung jawab kolektif dalam menjalankan tradisi.
Selain itu, masyarakat Abung menganut konsep mekhanai-muli, yaitu struktur sosial yang menempatkan pentingnya peran pemuda dan pemudi dalam menjaga dan melestarikan nilai budaya.
Mereka diajarkan sejak dini mengenai adat, tata krama, serta pentingnya musyawarah dalam menyelesaikan masalah.
Adat dan Budaya
BACA JUGA:Kisah Pilu Tugu Abel Tasman dan Keberanian di Gunung Marapi
Suku Abung dikenal luas dengan Adat Pepadun, sistem adat yang berpusat pada pelaksanaan upacara adat dan pengangkatan gelar (julukan adat).
Dalam masyarakat Abung, seseorang yang telah dewasa dan dianggap layak akan mendapatkan gelar adat yang menunjukkan kedudukannya dalam masyarakat.
Proses pemberian gelar ini disebut naik pepadun, dan biasanya dilakukan melalui upacara adat besar-besaran yang melibatkan kerabat dan masyarakat luas.
Budaya lisan juga sangat kuat dalam kehidupan Suku Abung. Cerita-cerita rakyat, pepatah, dan lagu tradisional diturunkan dari generasi ke generasi sebagai media pendidikan moral dan sejarah.
Salah satu warisan budaya yang terkenal adalah tari sigeh pengunten, yang biasanya dipertunjukkan untuk menyambut tamu kehormatan.
Bahasa dan Aksara
Bahasa yang digunakan oleh Suku Abung adalah Bahasa Lampung dialek Abung, yang memiliki perbedaan cukup signifikan dengan dialek lainnya seperti dialek Pesisir.
Bahasa ini memiliki kekayaan kosakata yang erat kaitannya dengan alam, pertanian, dan kehidupan sosial.
Menariknya, masyarakat Abung juga memiliki sistem aksara kuno yang disebut Aksara Lampung, yang hingga kini masih diajarkan di beberapa sekolah sebagai bagian dari upaya pelestarian budaya lokal.