Beberapa bahkan menunjukkan ciri seksual yang menonjol, yang memunculkan dugaan bahwa arca-arca ini berkaitan dengan pemujaan terhadap leluhur atau ritus kesuburan.
Hingga kini, siapa pembuat arca-arca tersebut masih menjadi teka-teki. Usianya diperkirakan berkisar antara 1.000 hingga 5.000 tahun, namun metode penanggalan akurat sulit dilakukan karena material utama berupa batu granit.
BACA JUGA:Menelusuri Sejarah Gedung Dwi Warna: Simbol Warisan Kolonial dan Nasionalisme!
BACA JUGA:Menelusuri Sejarah Gedung Juang Tambun: Saksi Bisu Perjuangan Rakyat Bekasi!
2. Lembah Besoa: Pusat Batu Ritual dan Makam Purba
Berbeda dengan Bada, Lembah Besoa di Kabupaten Sigi lebih menonjolkan elemen-elemen ritual dan pemakaman.
Di sini banyak ditemukan kalamba, yaitu wadah batu berbentuk silinder besar yang diyakini digunakan sebagai peti jenazah, lengkap dengan penutupnya (disebut tutu’na).
Beberapa kalamba memiliki ornamen ukir yang belum bisa diterjemahkan artinya hingga kini.
Keanehan lainnya, batu-batu tersebut berasal dari lokasi yang cukup jauh, yang menandakan adanya teknik pengangkutan kuno yang belum bisa dijelaskan secara ilmiah.
BACA JUGA:Menyikapi Sejarah Gereja Katedral: Simbol Iman dan Arsitektur Megah di Jantung Jakarta!
BACA JUGA:Menelusuri Sejarah Gedung Juang Tambun: Saksi Bisu Perjuangan Rakyat Bekasi!
Bagaimana mungkin masyarakat tanpa teknologi modern memindahkan batu-batu seberat ratusan kilogram melewati medan berat?
3. Lembah Napu: Jejak Komunitas Purba di Tengah Alam Liar
Di Lembah Napu, elemen megalitik dari Bada dan Besoa tampak menyatu. Ditemukan arca kecil, menhir, dan kalamba, yang diduga memiliki fungsi spiritual maupun penanda batas wilayah.
Lingkungan di sekitar Napu masih sangat alami dan belum banyak terjamah. Masyarakat setempat menghormati situs ini sebagai tempat suci yang tidak boleh sembarangan dijamah.
Bahkan, berkembang kepercayaan bahwa beberapa batu memiliki kekuatan gaib dan dapat membawa bencana jika dipindahkan.