Salah satu bagian paling menarik dari museum ini adalah panel informasi mengenai konflik antara manusia dan gajah, yang merupakan isu krusial dalam dunia konservasi.
Selain itu, terdapat pula peralatan tradisional yang digunakan para pelatih gajah (mahout) dari masa ke masa, termasuk sadel, alat komunikasi, serta pakaian tradisional.
Koleksi lainnya mencakup replika tengkorak gajah, foto-foto dokumenter tentang perkembangan Pusat Latihan Gajah (PLG), serta peta wilayah penyebaran satwa langka di dalam taman nasional.
Informasi-informasi tersebut tidak hanya bersifat informatif, tetapi juga menyentuh aspek sosial dan budaya masyarakat sekitar yang hidup berdampingan dengan hutan.
BACA JUGA:Bukan Kerajaan Biasa Sriwijaya Punya Jalur Dagang Super Strategis Sejak Abad ke-7
Fungsi Edukasi dan Pelestarian
Museum Way Kambas tidak hanya berfungsi sebagai tempat penyimpanan benda bersejarah, tetapi juga menjadi pusat edukasi lingkungan hidup.
Banyak sekolah dan lembaga pendidikan yang menjadikan museum ini sebagai lokasi studi lapangan.
Melalui pendekatan visual dan interaktif, museum ini diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran generasi muda akan pentingnya menjaga ekosistem dan keanekaragaman hayati Indonesia.
Dalam beberapa tahun terakhir, pihak pengelola museum juga mulai memanfaatkan teknologi digital untuk memperkaya pengalaman pengunjung.
Beberapa materi edukasi kini tersedia dalam bentuk video, infografis, dan bahkan tur virtual sederhana, yang sangat membantu dalam penyebaran informasi konservasi secara lebih luas.
BACA JUGA:Sejarah Candi Umbul: Peninggalan Pemandian Kerajaan Mataram Kuno o di Magelang!
Tantangan dan Harapan ke Depan
Meskipun memiliki peran penting dalam pelestarian budaya dan lingkungan, Museum Way Kambas menghadapi beberapa tantangan.
Salah satunya adalah keterbatasan dana untuk perawatan koleksi dan pengembangan fasilitas.
Selain itu, promosi yang kurang maksimal membuat museum ini belum banyak dikenal secara nasional, padahal potensinya sangat besar sebagai destinasi wisata edukatif.