Wajahnya penuh ekspresi garang, dengan mata melotot dan taring mencuat, mencerminkan sosok pelindung yang ditakuti.
BACA JUGA:Fakta atau Mitos? Jejak Misteri dan Keindahan Arsitektur Kolonial di Pabrik Gula Tua
Meskipun kini hanya satu arca yang masih utuh dan populer disebut “Gupolo”, dulunya kemungkinan besar terdapat sepasang arca Dwarapala yang mengapit jalan masuk ke kompleks Candi Sewu.
Namun, karena faktor usia dan kerusakan alam, sebagian besar struktur di sekitarnya telah runtuh atau tidak lengkap.
Nilai Sejarah dan Keagamaan
Candi Sewu dan Arca Gupolo dibangun pada masa Kerajaan Mataram Kuno, diperkirakan sekitar abad ke-8 Masehi.
Pembangunan ini dilakukan pada masa pemerintahan Rakai Panangkaran dari Dinasti Syailendra, yang menganut agama Buddha Mahayana.
BACA JUGA:Tak Sekedar Indah, Ternyata Ini Legenda dan Warisan Sejarah Bukit Serelo Ikon Alam Sumatera Selatan
Melalui arca ini, kita dapat membaca bagaimana masyarakat masa lampau begitu menghormati tatanan spiritual dan menata ruang sakral dengan penuh simbolisme.
Arca Gupolo bukan hanya karya seni pahat yang menakjubkan, tetapi juga bagian dari struktur ideologis dan keagamaan pada zamannya.
Konservasi dan Peran Masa Kini
Arca Gupolo dan kawasan Candi Sewu kini berada dalam pengawasan Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) wilayah Yogyakarta.
Meskipun tidak seramai Candi Prambanan dalam hal kunjungan wisata, Arca Gupolo tetap menarik minat para pecinta sejarah, arkeolog, dan wisatawan yang ingin menjelajah situs-situs tersembunyi di Yogyakarta.
BACA JUGA:Fakta atau Mitos? Jejak Misteri dan Keindahan Arsitektur Kolonial di Pabrik Gula Tua
Pemerintah bersama lembaga kebudayaan terus berupaya melakukan konservasi terhadap arca dan situs sekitarnya agar tetap lestari dan dapat dinikmati oleh generasi mendatang.
Keberadaan Arca Gupolo menjadi pengingat bahwa di balik kejayaan masa lalu, terdapat warisan budaya yang harus dijaga dan dihormati.