BACA JUGA:Yuk Menggali Sejarah Bukittinggi, Kota Penuh Makna dan Keindahan Alam yang Memaukau!
Mereka menjadikan situs ini bukan hanya tempat tinggal, tetapi juga ruang sakral untuk ritual adat dan penghormatan terhadap arwah leluhur.
Struktur dan Tata Ruang
Salah satu ciri khas dari Situs Bena adalah tata letaknya yang berbentuk oval dan bertingkat, menyesuaikan dengan kontur alam sekitarnya.
Rumah-rumah tersebut dimiliki oleh sembilan suku atau klan yang mendiami desa, antara lain suku Dizi, Deru Lalulewa, Deru Solamae, dan lainnya.
Setiap klan memiliki rumah utama dan simbol leluhur mereka sendiri, yang menunjukkan hubungan sosial dan kekerabatan yang erat di antara masyarakat.
BACA JUGA:Ternyata Begini Kisah Bukit Soeharto! Menelusuri Sejarah Alam dan Pembangunan di Kalimantan Timur
Kehidupan dan Tradisi
Masyarakat Bena hingga kini masih menjalankan kehidupan berdasarkan aturan adat yang ketat.
Mereka mempertahankan bahasa lokal, sistem pertanian tradisional, serta berbagai upacara adat seperti ritual Reba, yang merupakan perayaan tahun baru adat dengan tarian dan syair tradisional.
Meski sudah terbuka untuk pariwisata, masyarakat Bena tetap membatasi pengaruh luar yang dapat merusak nilai-nilai budaya mereka.
Mereka sangat selektif terhadap perubahan, memastikan bahwa segala bentuk modernisasi tidak menggerus identitas dan warisan leluhur.
Perlindungan dan Pelestarian
BACA JUGA:Terungkap! Jejak Sejarah Bali Dari Kerajaan Kuno Hingga Era Kolonial Belanda
Situs Bena telah ditetapkan sebagai warisan budaya nasional oleh pemerintah Indonesia dan mendapatkan pengakuan sebagai salah satu desa adat paling penting di kawasan timur.
Berbagai lembaga budaya dan pemerintah daerah terus berupaya melestarikan situs ini, baik melalui konservasi fisik bangunan, pendokumentasian budaya tak benda, hingga pelibatan generasi muda dalam pelestarian adat.