Tidak Belajar dari Pendahulunya, Kerajaan Demak Juga Runtuh karena Perang Saudara

Selasa 29-04-2025,03:48 WIB
Reporter : Gita
Editor : Almi

Setelah kepergian Hayam Wuruk, Kerajaan Majapahit menghadapi tantangan berupa perebutan takhta di antara para penguasa daerah yang sebagian besar merupakan kerabat raja. Pertikaian ini terjadi antara dua istana, yakni istana barat dan istana timur. Dalam kitab Pararaton, perpecahan ini dimulai dengan munculnya sebuah keraton baru di Pemotan pada tahun 1376, yang terletak di sebelah timur Kerajaan Majapahit.

BACA JUGA:Kerajaan Islam Pertama di Jawa: Sejarah, Kejayaan, dan Peninggalan Demak

Istana timur dipimpin oleh Bhre Wenker atau Wijayarajasa, yang merupakan suami dari Rajadewi, bibi Raja Hayam Wuruk. Oleh karena ambisi Rajadewi, Wijayarajasa berhasrat untuk menggantikan posisi Hayam Wuruk sebagai raja Majapahit.

Hayam Wuruk sendiri memiliki anak dari selirnya bernama Bhre Wirabhumi, yang kemudian menikah dengan Nagarawardhani, cucu Rajadewi. Setelah wafatnya Wijayarajasa, Bhre Wirabhumi diangkat menjadi raja di istana timur, sementara istana barat dipimpin oleh menantu Hayam Wuruk, yaitu Wikramawardhana.

Ketegangan antara kedua istana semakin meningkat ketika Bhre Wirabhumi mengangkat istrinya, Nagarawardhani, sebagai Bhre (Adipati) Lasem. Hal ini kemudian diikuti oleh Wikramawardhana yang juga mengangkat istrinya, Kusumawardhani, untuk posisi yang sama. Namun, setelah kematian Nagarawardhani dan Kusumawardhani pada tahun 1400, Wikramawardhana segera mengangkat menantunya, istri Bhre Tumapel, sebagai Bhre Lasem. Sejak saat itu, perseteruan antara istana timur dan barat semakin memanas hingga memicu pecahnya Perang Paregreg pada tahun 1404.

BACA JUGA:Mengungkap Sejarah Gemilang dan Warisan Budaya Kerajaan Demak di Jawa

Istilah Paregreg berasal dari bahasa Jawa Kuno, dan perang ini berlangsung dalam beberapa tahap dengan tempo yang lambat antara tahun 1404 hingga 1406. Perang saudara ini ditandai oleh kemenangan yang bergantian, di mana istana barat dan timur silih berganti meraih kemenangan.

Akhirnya, pada tahun 1406, Perang Paregreg berakhir dengan kemenangan istana barat yang dipimpin oleh Bhre Tumapel, putra Wikramawardhana, yang berhasil menguasai istana timur. Dalam pertempuran ini, Bhre Wirabhumi, pemimpin istana timur, tewas. Meskipun peperangan telah usai, dampak dari konflik antara dua istana ini sangat besar bagi Kerajaan Majapahit.

Beberapa dampak dari Perang Paregreg yang disebut-sebut sebagai pemicu kemunduran Kerajaan Majapahit adalah sebagai berikut:

1. Banyak daerah kekuasaan melepaskan diri.

Meskipun istana timur bergabung kembali dengan Kerajaan Majapahit di Mojokerto setelah perang, banyak daerah lain berusaha melepaskan diri. Wilayah kekuasaan Majapahit di luar Pulau Jawa juga dengan cepat terlepas, menyebabkan penurunan signifikan dalam kekuasaan Majapahit.

2. Banyak korban jiwa.

Meskipun perang saudara ini hanya berlangsung selama dua tahun, namun dampak yang ditimbulkannya sangat mengerikan, dengan korban jiwa tidak hanya berasal dari pasukan militer, tetapi juga meliputi warga sipil khususnya dari Tiongkok.

3. Menurunnya kondisi ekonomi.

Jatuhnya korban dari pihak asing memaksa Wikramawardhana untuk membayar ganti rugi dalam jumlah besar, sementara kondisi ekonomi Majapahit sudah dalam keadaan menurun akibat peperangan.

4. Kegagalan Wikramawardhana mengembalikan kejayaan Majapahit.

Kategori :