Dibangun menggunakan batu andesit, candi ini dikelilingi pagar bata setinggi 2 meter, serta dilengkapi parit yang kini dihiasi bunga teratai, menambah keindahannya.
Secara arsitektural, Candi Jawi terdiri dari tiga bagian utama, yang masing-masing melambangkan perjalanan spiritual manusia:
Kaki candi – Melambangkan manusia yang masih dipenuhi hawa nafsu duniawi.
BACA JUGA:Sejarah Gua Tewet: Mengungkap Warisan Seni Cadas Prasejarah di Kalimantan Timur!
BACA JUGA:Meyikapi Kisah Sejarah Gua Lawa: Jejak Alam dan Budaya di Perut Bumi!
Badan candi – Menunjukkan perjalanan manusia dalam mengendalikan keinginannya.
Atap candi – Melambangkan pencapaian kesempurnaan spiritual.
Candi ini menghadap Gunung Penanggungan, yang diyakini sebagai tempat suci pada masa lampau.
Posisi ini memperkuat makna spiritualnya sebagai bukan sekadar tempat pemujaan, tetapi juga sebagai simbol pencapaian spiritual yang lebih tinggi.
Fungsi dan Makna Candi Jawi
Menurut berbagai sumber sejarah, Candi Jawi dibangun sebagai tempat pendharmaan Raja Kertanegara. Konsep pendharmaan ini dalam ajaran Hindu-Buddha bertujuan untuk memuliakan seseorang setelah wafat.
BACA JUGA:Sejarah Gua Harimau: Jejak Peradaban Purba dan Kehidupan Manusia Prasejarah di Sumatera Selatan!
BACA JUGA:Sejarah Museum Manusia Purba Sangiran: Menyingkap Jejak Awal Peradaban di Nusantara!
Dalam hal ini, Kertanegara didharmakan sebagai Siwa-Buddha, sesuai dengan kepercayaan sinkretisme yang dianutnya.
Pembangunan Candi Jawi diperkirakan selesai sekitar tahun 1304 Masehi. Saat ini, berdasarkan SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 177/M/1998, Candi Jawi telah ditetapkan sebagai Cagar Budaya, mencakup seluruh struktur bangunan serta benda-benda bersejarah yang ditemukan di sekitarnya.
Hubungan dengan Kerajaan Majapahit