Secara harfiah berarti "tungku berkaki tiga", sistem ini melibatkan tiga elemen penting:
Hula-hula: Kelompok pemberi istri
Boru: Kelompok penerima istri
Dongan tubu: Kelompok sesama marga
Ketiga elemen ini saling berhubungan dan berperan dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari upacara adat hingga musyawarah.
BACA JUGA:Menguak Rahasia Prasasti Yupa: Jejak Kerajaan Kutai dalam Sejarah Nusantara
BACA JUGA:Suku Moronene di Sulawesi Tengah: Menggali Warisan Budaya dan Sejarah yang Memikat
Filosofi Dalihan Na Tolu mengajarkan pentingnya saling menghormati, melindungi, dan menjaga hubungan harmonis dalam masyarakat.
Marga sebagai Identitas Klan
Sistem marga juga menjadi ciri khas yang kuat dalam budaya Batak. Marga diwariskan secara patrilineal dari ayah ke anak dan menjadi penanda garis keturunan seseorang.
Setiap sub-suku Batak memiliki beragam marga, seperti Simatupang dan Sitorus (Batak Toba), Ginting dan Sembiring (Batak Karo), hingga Nasution dan Lubis (Batak Mandailing).
Marga bukan sekadar nama, melainkan juga berperan dalam mengatur hubungan sosial dan perkawinan.
BACA JUGA:Legenda Ken Arok: Perebutan Kekuasaan yang Mengubah Sejarah Nusantara
BACA JUGA:Kerajaan Kediri: Jejak Kejayaan Hindu dalam Sejarah Nusantara
Misalnya, sesama marga dilarang menikah untuk menghindari perkawinan sedarah. Pengetahuan tentang silsilah marga, atau disebut tarombo, sangat penting dalam budaya Batak, bahkan harus diketahui hingga tujuh generasi ke atas.
Bahasa dan Dialek yang Beragam