PAGARALAMPOS.COM - Mingi adalah sebuah tradisi yang pernah ada di kalangan beberapa suku di Indonesia, terutama di suku-suku yang masih memegang teguh adat dan kepercayaan kuno.
Salah satu bentuk paling tragis dari tradisi ini adalah praktik membunuh bayi cacat atau bayi yang dianggap tidak diizinkan untuk hidup oleh kepala suku.
Praktik ini, meskipun tidak lagi diterima di banyak daerah, menggambarkan nilai-nilai dan pandangan hidup masyarakat adat pada masa lampau yang erat kaitannya dengan kepercayaan spiritual dan cara bertahan hidup dalam lingkungan yang keras.
BACA JUGA:Jejak Sejarah Islam di Pagar Alam: Dari Puyang Awak Hingga Masjid Perdipe
Asal Usul Tradisi Mingi
Tradisi Mingi, terutama dalam konteks membunuh bayi cacat, dapat ditemukan di beberapa suku di Indonesia, seperti suku Dayak, Suku Batak, dan suku-suku Papua.
Dalam tradisi ini, kepala suku memiliki kekuasaan yang sangat besar terhadap kehidupan anggota masyarakat, termasuk keputusan tentang kelahiran dan hidup mati bayi yang baru lahir.
Bayi yang lahir dengan cacat atau kelainan fisik dianggap sebagai pertanda buruk atau bahkan kutukan bagi suku atau komunitas tersebut.
Dalam pandangan masyarakat waktu itu, kehadiran bayi cacat dianggap dapat membawa sial atau malapetaka.
BACA JUGA:Penemuan Kota Kuno Maya di Hutan Meksiko: Menelusuri Jejak Sejarah yang HilangPraktik Mingi dalam Kehidupan Adat
Kepala suku atau tokoh adat memiliki otoritas untuk menentukan apakah seorang bayi boleh hidup atau tidak, berdasarkan kepercayaan dan norma yang berlaku dalam masyarakat.
Jika seorang bayi lahir dalam keadaan cacat, kepala suku biasanya akan meminta pendapat para tetua atau orang tua adat lainnya.
Keputusan untuk membiarkan bayi hidup atau membunuhnya sering kali bergantung pada keyakinan spiritual dan mitos-mitos yang berkembang dalam komunitas tersebut.
Pada masa itu, masyarakat percaya bahwa alam dan roh-roh leluhur mengatur segala sesuatu yang terjadi, termasuk kehidupan dan kematian.
Mereka beranggapan bahwa bayi cacat atau yang lahir dengan kelainan fisik bisa menjadi simbol ketidakberesan atau ketidakseimbangan dalam hubungan antara manusia dan dunia roh.