PAGARALAMPOS.COM - Perang Puputan yang dilakukan oleh Suku Osing di Banyuwangi, Jawa Timur, merupakan salah satu bukti nyata perjuangan heroik masyarakat Indonesia melawan penjajahan.
Bagi Suku Osing, hidup dalam penjajahan adalah aib yang tidak bisa diterima.
Mereka lebih memilih mati dalam perjuangan daripada tunduk di bawah kekuasaan penjajah.
Semangat ini tertuang dalam istilah "puputan," yang berarti perang habis-habisan hingga titik darah penghabisan.
BACA JUGA:Analisis Arkeologis Penemuan Kota Kuno Maya di Hutan Meksiko: Mengungkap Sejarah yang Tersembunyi
Latar Belakang Suku Osing
Suku Osing adalah kelompok masyarakat adat yang mendiami kawasan Banyuwangi.
Mereka dikenal sebagai keturunan dari Kerajaan Blambangan, kerajaan terakhir di Pulau Jawa yang mempertahankan budaya dan tradisinya meskipun berada di bawah ancaman kolonialisme.
Sebagai kelompok masyarakat yang menjunjung tinggi harga diri dan kebebasan.
Suku Osing memiliki semangat perlawanan yang kuat terhadap upaya penjajah untuk menguasai wilayah mereka.
BACA JUGA:Menelusuri Sejarah Bahasa Besemah: Salah Satu Bahasa Tertua di Indonesia!
Awal Mula Konflik
Pada abad ke-18, Belanda mulai memperluas kekuasaannya ke wilayah Blambangan, yang saat itu menjadi pusat kebudayaan dan kekuatan Suku Osing.
Penjajah tidak hanya ingin menguasai tanah, tetapi juga mencoba menghapus identitas budaya dan adat istiadat mereka.
Hal ini menimbulkan kemarahan besar di kalangan Suku Osing.