Mengapa Kelahiran Anak Perempuan Dianggap Memalukan oleh Suku Han? Temukan Jawabannya!

Senin 02-12-2024,00:34 WIB
Reporter : Gelang
Editor : Almi

Dalam keluarga-keluarga bangsawan dan petani, kelahiran anak perempuan sering dianggap sebagai "aib" atau "kecewa" karena mereka dianggap tidak dapat melanjutkan garis keturunan keluarga atau berkontribusi pada pekerjaan fisik yang lebih berat.

Tahun-tahun demi tahun, nilai-nilai ini mengakar kuat dalam masyarakat Korea.

BACA JUGA:Peradaban Suku Maya. Peninggalan Sejarah Terbesar Dunia

Dalam beberapa kasus, ada keyakinan bahwa keluarga yang memiliki banyak anak perempuan dianggap tidak mampu melanjutkan nama keluarga, sementara anak laki-laki dianggap sebagai pewaris dan penerus yang dapat menjaga kehormatan keluarga.

Hal ini menyebabkan banyaknya kasus diskriminasi terhadap perempuan, baik dalam hal pendidikan, peluang pekerjaan, maupun hak-hak dasar lainnya.

Memalukan Jika Lahir Anak Perempuan

Pandangan negatif terhadap kelahiran anak perempuan sangat terasa dalam praktik masyarakat tradisional Korea.

Di banyak keluarga, kelahiran anak perempuan bisa memalukan karena dianggap sebagai beban tambahan bagi orangtua.

BACA JUGA:7 Ulama yang Terkenal Perjuangannya dalam Sejarah Kemerdekaan Indonesia

Dalam beberapa kasus, anak perempuan mungkin merasa dirinya tidak diinginkan atau kurang dihargai dibandingkan saudara laki-lakinya.

Terdapat banyak cerita yang menggambarkan betapa kerasnya diskriminasi ini.

Salah satu faktor yang mempengaruhi pandangan tersebut adalah sistem pewarisan properti dan status keluarga.

Anak laki-laki dianggap sebagai penerus tradisi keluarga, sedangkan perempuan sering kali hanya dianggap sebagai pengantin yang akan meninggalkan rumah untuk menikah dengan keluarga lain.

BACA JUGA:Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928: Tonggak Sejarah Persatuan dalam Perjuangan Bangsa

Oleh karena itu, anak perempuan sering kali tidak mendapatkan perhatian yang setara dengan anak laki-laki, baik dalam hal pendidikan maupun dalam hal mendapatkan hak-hak keluarga lainnya.

Namun, meskipun demikian, sepanjang abad ke-20 dan ke-21, pandangan ini perlahan mulai berubah, terutama di kota-kota besar dan dalam masyarakat modern Korea.

Kategori :