Bahasa resmi Brunei adalah Bahasa Melayu, khususnya dialek Melayu Brunei, tetapi Bahasa Inggris juga banyak digunakan, terutama dalam dunia bisnis dan pendidikan.
Brunei Darussalam adalah sebuah kesultanan yang menerapkan sistem monarki absolut.
Sistem pemerintahan negara ini berlandaskan filosofi Melayu Islam Beraja, yang menggabungkan budaya Melayu, agama Islam, dan sistem monarki.
BACA JUGA:Menjelajahi Candi Ngawen, Bangunan Bersejarah Punya Keberagaman Agama dalam Arsitektur Kuno
Sultan Hassanal Bolkiah telah memimpin Brunei sejak 1967, menjadikannya salah satu penguasa monarki terlama di dunia.
Selain sebagai kepala negara, Sultan juga menjabat sebagai perdana menteri sejak Brunei merdeka dari Inggris pada 1 Januari 1984.
Kemakmuran Brunei tidak lepas dari kekayaan sumber daya alamnya.
Majalah Forbes menyebut Brunei sebagai negara terkaya kelima di dunia berdasarkan cadangan minyak bumi dan gas alamnya.
BACA JUGA:Candi Ngawen: Situs Arkeologi yang Menyimpan Kisah Keragaman Agama dan Daya Tarik Wisata Sejarah
Negara ini juga memiliki Indeks Pembangunan Manusia (IPM) tertinggi kedua di Asia Tenggara, setelah Singapura, yang mencerminkan kualitas hidup yang tinggi, termasuk dalam bidang kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan ekonomi.
Dari segi sejarah, Brunei telah melalui perjalanan panjang sebelum menjadi negara seperti sekarang.
Kerajaan Brunei pertama kali disebut dalam catatan sejarah Tiongkok dan Arab sekitar abad ke-7 hingga ke-8. Pada masa kejayaan antara abad ke-15 hingga ke-17, Kesultanan Brunei menguasai wilayah luas yang mencakup Sabah, Sarawak, dan sebagian Filipina.
Namun, mulai abad ke-19, kekuatannya menurun akibat konflik internal dan pengaruh penjajahan Eropa.
BACA JUGA:Jejak Awal Palembang: Bukit Siguntang dan Sejarah Agama Sriwijaya
Brunei menjadi protektorat Inggris pada 1888, meskipun tetap mempertahankan otonomi dalam urusan adat dan agama.
Setelah Perang Dunia II, Brunei terus berada di bawah pengaruh Inggris hingga akhirnya merdeka penuh pada 1984.