PAGARALAMPOS.COM - Lonceng Cakra Donya adalah warisan budaya yang sangat penting di Aceh, yang memperlihatkan hubungan diplomatik antara Kesultanan Samudera Pasai dan Dinasti Ming di Tiongkok.
Pusaka ini ditemukan di Museum Aceh, Banda Aceh, dan berasal dari abad ke-15, lebih tepatnya tahun 1409 Masehi.
Bentuknya menyerupai stupa, dengan tinggi sekitar 1,25 meter dan lebar satu meter.
Lonceng ini dipersembahkan oleh Kaisar Yongle dari Dinasti Ming kepada Kesultanan Samudera Pasai sebagai simbol persahabatan.
BACA JUGA:Sejarah dan Pesona Taman Wisata Krueng Aceh: Surga Tersembunyi di Aceh
BACA JUGA:Dari Peristirahatan Keraton ke Destinasi Wisata: Kisah Situs Warungboto
Pemberian lonceng ini terkait dengan hubungan perdagangan antara Pasai dan Tiongkok, di mana Pasai dikenal sebagai penghasil rempah-rempah utama yang diekspor ke berbagai negara, termasuk Tiongkok.
Pada abad ke-16, ketika Kesultanan Samudera Pasai digantikan oleh Kesultanan Aceh Darussalam, lonceng ini dipindahkan ke pusat Kesultanan Aceh oleh Sultan Ali Mughayatsyah.
Pada abad ke-17, Sultan Iskandar Muda memanfaatkan lonceng ini sebagai alat pemanggil darurat di kapal perang Aceh, yang juga dinamakan Cakra Donya.
BACA JUGA:Menggali Sejarah Keraton Kaibon: Dari Pusat Kekuasaan ke Situs Wisata
BACA JUGA:Lombok Beyond the Beaches! Temukan 8 Tempat Wisata Menarik untuk Liburan Anda!
Selain perannya dalam dunia militer, lonceng ini juga digunakan untuk tujuan keagamaan, seperti menandakan waktu azan dan berbuka puasa.
Seiring berjalannya waktu, lonceng ini menjadi simbol maritim Aceh dan sering digunakan untuk memberi aba-aba di waktu-waktu tertentu.
Setelah melalui berbagai peristiwa sejarah, termasuk saat sempat dirampas oleh Portugis, lonceng ini akhirnya dipindahkan ke Museum Aceh pada tahun 1951 dan menjadi salah satu koleksi yang sangat bernilai di sana.
BACA JUGA:Warungboto: Jejak Sejarah yang Berubah Menjadi Destinasi Wisata Menarik