Perlawanan Bangsawan Jawa dan Etnis Tionghoa dalam Perang Jawa (1741-1743)

Kamis 31-10-2024,22:37 WIB
Reporter : Gelang
Editor : Almi

Pakubuwono II pada akhirnya mengambil keputusan untuk bersekutu dengan etnis Tionghoa, meskipun aliansi ini sangat rapuh dan penuh dengan ketidakpastian politik.

BACA JUGA:Keren Banget! Sejarah Panjang Sepak Bola dan Perubahannya di Seluruh Dunia

Pecahnya Perang dan Serangan di Kartasura

Pada tahun 1741, konflik bersenjata mulai meletus dengan intensitas yang meningkat.

Pasukan aliansi Jawa-Tionghoa melancarkan serangan terhadap pos-pos VOC di berbagai wilayah Jawa Tengah.

Kartasura, ibu kota Kerajaan Mataram pada waktu itu, menjadi salah satu medan pertempuran utama.

Serangan besar-besaran di Kartasura menyebabkan kerusakan parah dan membuat VOC harus meningkatkan pasukan militer di wilayah tersebut.

BACA JUGA:Misteri Suku Kubu: Sejarah dan Tradisi yang Menyimpan Kisah Seram di Hutan Sumatera

Pada satu titik, pasukan aliansi berhasil menduduki Kartasura, yang memaksa Pakubuwono II untuk meninggalkan istananya.

VOC kemudian mengirim bala bantuan besar-besaran dari Batavia untuk merebut kembali Kartasura dan wilayah-wilayah yang dikuasai aliansi Jawa-Tionghoa.

Berbagai pertempuran yang sengit terjadi antara kedua belah pihak, namun keunggulan militer dan teknologi VOC membuat mereka akhirnya berhasil menekan pasukan aliansi.

Akhir Perang dan Pengaruhnya

Pada tahun 1743, VOC berhasil memadamkan perlawanan, dan Pakubuwono II kembali ke Kartasura dengan bantuan VOC, tetapi dalam posisi yang sangat lemah.

BACA JUGA:Banyak yang Nggak Tahu: Sejarah dan Budaya Suku Bugis

Dalam perjanjian damai yang dihasilkan, Pakubuwono II terpaksa mengakui kedaulatan VOC di sebagian besar wilayah Mataram dan bahkan harus memberikan sejumlah wilayah penting kepada VOC sebagai bentuk kompensasi.

Akhir dari Perang Jawa menandai babak baru dalam kolonialisasi VOC di Jawa.

Kategori :