PAGARALAMPOS.COM - Perang Jawa (1741-1743) adalah salah satu konflik besar yang melibatkan penduduk lokal Jawa melawan kekuatan kolonial VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) yang mendominasi sebagian besar wilayah Nusantara pada masa itu.
Perang ini terjadi di bawah pemerintahan Raja Mataram, Pakubuwono II, dan sebagian besar berlangsung di sekitar wilayah Jawa Tengah, terutama di Kartasura dan sekitarnya.
Ketegangan antara VOC dan penguasa lokal Jawa mencerminkan dampak kolonialisme yang semakin mendalam serta pergolakan politik dan ekonomi di Jawa.
Latar Belakang Perang Jawa
Latar belakang Perang Jawa bermula dari meningkatnya ketidakpuasan penduduk lokal dan bangsawan terhadap monopoli ekonomi dan tekanan yang dilakukan VOC terhadap masyarakat Jawa.
BACA JUGA:Pintu Gerbang Majapahit. Peninggalan Sejarah dengan Kisah Mengharukan Didalamnya. Ini Ceritanya!
VOC, sebagai perusahaan dagang Belanda, berusaha menguasai wilayah Nusantara dengan mengendalikan raja-raja setempat, termasuk Kerajaan Mataram di Jawa.
Pada tahun 1740, ketegangan meningkat ketika VOC melakukan kebijakan pengusiran etnis Tionghoa di Batavia (Jakarta sekarang) yang berujung pada pembantaian terhadap ribuan warga Tionghoa yang tinggal di sana.
Kejadian ini memicu amarah di kalangan etnis Tionghoa di Jawa Tengah, yang kemudian bersekutu dengan sejumlah bangsawan Jawa untuk melawan VOC.
Aliansi Etnis Tionghoa dan Bangsawan Jawa
Salah satu hal yang unik dalam Perang Jawa ini adalah terbentuknya aliansi antara etnis Tionghoa yang berada di Jawa Tengah dan sejumlah bangsawan Jawa yang merasa terpinggirkan oleh VOC.
BACA JUGA:Temukan Surga Tersembunyi: 8 Tempat Wisata Sejarah dan Alam di Sri Lanka
Etnis Tionghoa, yang awalnya fokus pada kegiatan perdagangan, akhirnya memutuskan untuk mengambil senjata melawan kolonial Belanda sebagai bentuk balas dendam atas peristiwa pembantaian di Batavia.
Pakubuwono II, penguasa Kerajaan Mataram saat itu, menghadapi dilema dalam merespons ketidakpuasan yang meluas.
Sebagian besar bangsawan Jawa, termasuk para prajurit dan rakyat, mulai melihat VOC sebagai ancaman bagi keberlangsungan hidup mereka.