PAGARALAMPOS.COM - Masyarakat Suku Sekak telah lama tinggal di Pulau Bangka dan Belitung dan dikenal dengan kekayaan budaya dan sejarah khas Indonesia.
Suku Sekak hidup berdampingan dengan berbagai suku lainnya, antara lain suku Melayu, Tionghoa, Bugis, dan Butne, namun saat ini menghadapi ancaman serius baik dari segi jumlah penduduk maupun kelestarian budayanya.
Sejarah dan Peran Sekaku di Bangkabelitung
Dikenal sebagai pelaut yang terampil, Suku Sekak pernah berperan penting sebagai pemandu kapal-kapal yang melintasi perairan Bangkabelitung.
BACA JUGA:Kepercayaan Mistis Suku Sekak: Antara Roh Penjaga Laut dan Ritual Penolak Bala
Arus berlumpur membuat navigasi menjadi sulit, namun Suku Sekak, yang mengetahui daerah tersebut dengan baik, membantu kapal mengatasi tantangan ini.
Namun antara tahun 1973 dan 1974, kehidupan masyarakat Sekak mulai berubah secara dramatis. Sebagian besar dari mereka yang tadinya tinggal di laut mulai berpindah ke darat, khususnya di Desa Bhaskara Bhakti.
Migrasi ini mengakibatkan hilangnya sebagian besar biota laut yang merupakan bagian integral dari identitas mereka.
Situasi ini memburuk pada tahun 2009 ketika larangan penangkapan ikan diberlakukan, yang mengubah laut, yang dulunya sumber kehidupan mereka, menjadi tambang timah.
BACA JUGA:Menggali Kearifan Lokal Suku Sekak di Perairan Bangka Belitung
Dampak Perubahan terhadap Perekonomian dan Penghidupan Masyarakat Sekaku
Penerapan larangan penangkapan ikan memaksa Sekaku mencari cara lain untuk bertahan hidup.
Banyak di antara mereka yang kini bekerja di pertambangan timah, pekerjaan yang sangat berbeda dengan kehidupan mereka sebelumnya yang sangat dekat dengan laut.
Sebagian besar lahan yang semula disisihkan pemerintah untuk pertanian dan perkebunan telah dijual dan kini dijadikan perkebunan kelapa sawit.
BACA JUGA:Terdapat 5 Suku Asli Yang Ada di Bangka Belitung, Benarkah Suku Sakai Generasi Suku Sekak?