Kesultanan Berau: Sejarah, Kemakmuran, dan Warisan Budaya di Kalimantan Timur

Rabu 16-10-2024,16:30 WIB
Reporter : Gelang
Editor : Almi

Proses penyebaran agama Islam di Kalimantan Timur, termasuk di Berau, sangat dipengaruhi oleh para pedagang dan mubaligh dari wilayah-wilayah yang telah lebih dulu mengenal Islam, seperti Jawa, Maluku, dan Arabia.

BACA JUGA:Dari Sumpah Palapa hingga Runtuhnya Majapahit: Sejarah Kerajaan Terbesar di Indonesia

Sultan Aji Muhammad Parinduri, yang memerintah pada masa itu, diketahui menjadi tokoh penting dalam proses Islamisasi di wilayah Berau.

Pengaruh Islam yang kian kuat mendorong Kesultanan Berau untuk mengubah sistem pemerintahan dan hukum yang lebih berlandaskan syariat Islam.

Hal ini membawa dampak pada kehidupan sosial dan budaya masyarakat Berau, yang mulai mengadopsi norma-norma Islam dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam aspek hukum, pendidikan, maupun budaya.

Masa Kejayaan dan Hubungan dengan Kolonial Belanda

Pada abad ke-17 dan 18, Kesultanan Berau mencapai puncak kejayaannya, terutama dalam hal perdagangan.

BACA JUGA:Misteri dan Sejarah Nama Puncak Mandala, Simbol Perjuangan Papua

Wilayah ini menjadi pusat perdagangan penting bagi berbagai komoditas seperti kayu, rotan, dan hasil bumi lainnya.

Sebagai pusat perdagangan, Berau juga sering menjadi tempat persinggahan kapal-kapal dagang dari berbagai negara, termasuk Belanda, yang pada akhirnya menjadi penguasa kolonial di Indonesia.

Pada akhir abad ke-19, Kesultanan Berau mulai menghadapi tekanan dari kekuatan kolonial Belanda.

Pada tahun 1886, Kesultanan Berau resmi jatuh ke tangan Belanda setelah serangkaian pertempuran dan perundingan yang panjang.

BACA JUGA:Gunung Inielika: Mengungkap Sejarah dan Legenda Mistis dalam Kepercayaan Masyarakat Flores

Sultan Berau pada saat itu, Sultan Sulaiman, terpaksa mengakui kekuasaan Belanda dan menjadikan Kesultanan Berau sebagai bagian dari wilayah administrasi kolonial.

Meskipun demikian, Sultan Berau tetap memegang posisi penting dalam struktur pemerintahan kolonial, meskipun kekuasaannya terbatas.

Sebagai seorang pemimpin simbolis, Sultan Sulaiman dan penerusnya masih memiliki pengaruh di kalangan masyarakat, tetapi harus tunduk pada kebijakan yang ditentukan oleh Belanda.

Kategori :