Sultan Hadiwijaya kemudian berjanji memberikan tanah perdikan Mataram kepada Ki Ageng Pemanahan dan wilayah Pati kepada Ki Penjawi sebagai balas jasa.
BACA JUGA:Pegunungan Kapur Utara: Menyingkap Sejarah dan Misteri yang Tersembunyi
Setelah tanah Mataram diserahkan, Ki Ageng Pemanahan mulai mengembangkan desa tersebut pada tahun 1556.
Dalam sebuah kisah, Ki Ageng Pemanahan sempat mengunjungi temannya, Ki Ageng Giring, dan secara tidak sengaja meminum air dari kelapa muda bertuah yang diyakini dapat membuatnya menurunkan raja-raja Jawa.
Ki Ageng Giring pun merelakan takdir yang menganggap Ki Ageng Pemanahan sebagai orang yang dipilih Tuhan untuk memimpin tanah Jawa.
Setelah Ki Ageng Pemanahan wafat, Sutawijaya mengambil alih sebagai pemimpin, sementara Ki Juru Martani berperan sebagai penasihat.
BACA JUGA:Penemuan Luar Biasa: Arkeolog Ungkap Peradaban Kuno yang Hilang di Arab Saudi, Berusia 2 Milenium
Selama masa pemerintahannya, Ki Juru Martani aktif membangun kekuatan pasukan Mataram. Ia terkenal atas perannya dalam perang melawan Pajang, di mana ia bertapa di Gunung Merapi untuk memohon bantuan dari penguasa alam gaib.
Keajaiban terjadi ketika Gunung Merapi meletus pada tahun 1582, memberikan keuntungan bagi Mataram dalam melawan pasukan Pajang.
Ki Juru Martani juga dikenal sebagai guru Raden Rangga, yang terkenal dengan kesaktiannya. Ia menjabat sebagai patih Kesultanan Mataram dari tahun 1586 hingga 1601.
Setelah itu, ia melanjutkan perannya dalam pemerintahan Mas Jolang, putra Sutawijaya, hingga tahun 1613, sebelum digantikan oleh Adipati Martapura, yang hanya memerintah sehari, dan kemudian oleh Sultan Agung, putra Mas Jolang lainnya.
BACA JUGA:Mengungkap Sejarah dan Misteri Gunung Midangan di Jawa Timur
BACA JUGA:Menelusuri Sejarah dan Misteri Pegunungan Kendeng: Dari Asal Usul Nama hingga Legenda
Ki Juru Martani, yang juga dikenal sebagai Adipati Mandaraka, meninggal pada tahun 1615. Posisi patihnya kemudian diambil alih oleh Tumenggung Singaranu.