Unsur ketiga adalah pertiwi atau bumi, yang mengingatkan pemimpin untuk bersikap jujur, tegas, dan murah hati.
Kemudian, ada bayu atau angin, yang menyiratkan bahwa pemimpin harus dekat dengan rakyat tanpa membedakan status atau martabat.
Indra atau hujan adalah unsur kelima, yang menggambarkan wibawa pemimpin dalam melindungi dan memberikan kehidupan bagi masyarakat.
Unsur keenam adalah baruna atau samudera, yang melambangkan luasnya hati seorang pemimpin dalam menimbang keputusan sebelum bertindak.
BACA JUGA:Menguak Sejarah Jembatan Ampera, Simbol Kemegahan Palembang
Terakhir, agni atau api menunjukkan bahwa pemimpin harus menjadi contoh dan teladan bagi rakyatnya.
Dengan delapan unsur ini, patung Arjuna Wijaya menyampaikan pesan mendalam tentang kepemimpinan yang seharusnya direnungkan oleh para pemimpin.
Patung Arjuna Wijaya diciptakan oleh Nyoman Nuarta, seorang seniman ternama asal Bali yang juga dikenal karena karya-karya lainnya, seperti patung Garuda Wisnu Kencana dan Monumen Proklamasi Indonesia.
Keahlian Nyoman dalam seni patung telah diakui baik di dalam negeri maupun di kancah internasional.
BACA JUGA:Menghadapi Kutukan Prabu Brawijaya: Dilema Sejarah Adipati Cepu dan Dampaknya bagi Generasinya
Ia menciptakan patung ini dengan berbagai teknik, termasuk fogging yang memberikan efek seolah-olah barisan kuda berlari di atas awan.
Selain itu, air mancur cascade yang melengkapi patung ini juga menambah kesan dinamis, seolah-olah kuda-kuda tersebut sedang bergerak cepat.
Pada malam hari, patung ini menjadi lebih menakjubkan dengan pencahayaan yang memantulkan bayangan kuda-kuda yang bergerak.
Efek ini menciptakan suasana magis dan menghidupkan kembali cerita di balik patung, seolah-olah Arjuna dan kuda-kuda itu sedang dalam perjalanan menembus kegelapan malam.
BACA JUGA:Mengenali Lebih Dalam Suku Moronene SulTeng dengan Tradisi dan Sejarah Mendalam
Patung Arjuna Wijaya bukan hanya sekadar karya seni monumental; ia juga merupakan simbol harapan dan pemikiran yang dalam tentang kepemimpinan.