Jembatan Allenby, atau Jembatan Raja Hussein adalah satu-satunya akses keluar-masuk (perbatasan resmi) antara Yordania-Tepi Barat yang dianeksasi Israel.
Orang-orang Palestina pun menggunakan jembatan ini, bila ingin ke luar negeri.
BACA JUGA:Jejak Arkeologi di Indonesia Timur: Menelusuri Sejarah Konflik dan Perang Masa Lalu
Raja Hussein dengan PM Yitzhak Rabin duduk semeja dengan Presiden AS Bill Clinton (1994). Menandatangani kesepakatan damai yang mempersulit Palestina.
Palestina memprotes kesepakatan itu. Terlebih di dalamnya terdapat klausul untuk mengamankan perbatasan darat, antara Yordania dan Israel.
Hal ini jelas memperlambat alur perjuangan bangsa Palestina. Terlebih, hampir 60 persen rakyat Yordania merupakan keturunan Palestina.
Perjuangan Palestina, dari sisi persenjataan juga sulit, karena sepanjang perbatasan kedua negara, akan dijaga ketat oleh Israel.
BACA JUGA:Kisah Pertempuran Palembang: Konflik Besar Antara Sekutu dan Jepang di Masa Perang Dunia II
Meski begitu, celah perlawanan bangsa Palestina terlihat 8 September (dua pekan lalu) di Koridor (jembatan) Allenby. Seorang pria bersenjata Yordania, menembak tewas tiga warga sipil Israel di sini.
Jembatan Allenby yang berjarak 50 kilometer dari Ibukota Amman (Yordania), di susul Koridor Philadelphia (Mesir) menjadikan bangsa Palestina dikurung seperti berada di penjara besar.
Rasa frustrasi inilah yang kemudian melahirkan inovasi terowongan bawah tanah berbentuk labirin oleh pejuang Hamas. Serangan "Banjir Al Aqso" 7 Oktober 2023 ke wilayah pendudukan Israel, adalah sebentuk "protes" Bangsa Palestina, atas kesemena-menaan itu.
Ketika Hamas menyerang ke dalam wilayah Israel, sesungguhnya Israel tengah menyiapkan perdamaian dengan Arab Saudi. Setidaknya, inilah mimpi besar Israel untuk 'meminggirkan' isu Palestina secara evolusi, sekaligus pamungkas.
BACA JUGA:Sinopsis Film The Incredibles 2, Kisah Konflik Baru di Keluarga Super
Dua bulan sebelum "Banjir Al Aqso" (7 Oktober 2023), Arab Saudi dan Amerika Serikat (AS), sempat menjalin komunikasi dengan otoritas Palestina. Tujuannya untuk mendapatkan pengaruh atas kesepakatan Arab Saudi-Israel yang tengah diupayakan.
Meski diajak berembug. Otoritas Palestina tetap memiliki kekhawatiran mendalam, andai kesepakatan damai Arab Saudi-Israel, benar-benar terlaksana. Apalagi, kesepakatan terdahulu (Israel-Mesir), Israel-Maroko, Israel- (UAE dan Bahrain), tidak menjadikan Israel bersungguh-sungguh ingin menyelesaikan konflik Timteng secara komprehensif.
Penyelesaian konflik Timteng yang komprehensif, adalah dengan kembalinya Israel ke perbatasan sebelum Perang enam hari 1967. Dimulai dengan penarikan Pasukan Israel dari Gaza dan Tepi Barat (West Bank).