Alasan memilih bambu jemuran, kata Latief, tiang yang digunakan untuk mengibarkan bendera merupakan bambu jemuran yang telah dipasangi tali untuk mengerek bendera.
“Sebenarnya di halaman depan itu ada dua tiang bendera yang lebih bagus. Tapi kami memilih tiang bendera baru. Kami tak mau menggunakan tiang bendera yang ada hubungannya dengan Jepang,” tutur dia.
Pada zaman pendudukan Jepang, bendera Merah Putih sudah boleh dikibarkan asal selalu didampingi bendera Jepang ‘Hino-maru’.
Itulah perasaan kami waktu itu. Bendera Merah Putih jangan ada sangkut pautnya dengan apa saja yang berbau atau bekas Jepang,” ujarnya.
Dia pun mengaku tak tahu secara pasti siapa yang mengatur agar dirinya menjadi salah satu pengibar bendera.
BACA JUGA:Sejarah Dan Fakta Unik Tanjung Sakti Dalam Memperjuangan Kemerdekaan, Begini Kisahnya!
Menurutnya, hal itu dilakukan untuk mengamankan Bung Karno dan Bung Hatta.
Sebab, dalam peraturan Jepang saat itu, siapa pun yang mengibarkan bendera Merah Putih saja tanpa Hino-maru, berarti salah.
Ia bahkan cerita, alasan penunjukkan dirinya agar menjadi pengalih, supaya jika nanti ada apa-apa terkait pengibaran tersebut, biarkan saja dirinya yang ditangkap.
Bukan dua tokoh revolusi tersebut, yakni Bung Karno dan Bung Hatta.
BACA JUGA:Memahami Sejarah Nganjuk: 7 Destinasi Wisata yang Menceritakan Kisah Kemerdekaan
“Jadi kalau ada apa-apa, bisa didalih bahwa yang salah saya sendiri, bukan Bung Karno atau Bung Hattta yang bisa ditangkap nanti,” tuturnya.
Latief Hendraningrat meninggal dunia saat berusia 72 tahun di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto Jakarta.
Ia wafat 14 Maret 1983 pukul 21.00 WIB. Beliau dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalbat