Tiga tahun kemudian, pada tahun 1849, terjadi Puputan Kusamba di wilayah Bali Timur.
Perang ini dipimpin oleh Ida I Dewa Istri Kanya, seorang perempuan Bali yang dengan berani memimpin perlawanan melawan pasukan Belanda.
Meski dihadapi oleh kekuatan militer Belanda yang besar, rakyat Kusamba berhasil membunuh pemimpin pasukan Belanda, Letnan Jenderal Michiels, sehingga mengakibatkan kekalahan pihak Belanda.
BACA JUGA:6 Film Pahlawan Super dengan Rating Rendah hingga Serialnya Dihentikan, Kenapa?
3. Puputan Badung (1906)
Pada tahun 1906, tiga kerajaan di Bali, yakni Puri Kesiman, Puri Denpasar, dan Puri Pemecutan, melakukan perang puputan melawan Belanda.
Perang ini dipicu oleh tuduhan palsu terhadap rakyat Sanur yang dituduh mencuri barang-barang milik seorang saudagar Cina dari kapal Belanda yang terdampar.
Tantangan dari pihak Belanda diladeni oleh rakyat Badung, yang akhirnya berujung pada pembantaian massal dengan korban jiwa mencapai 7.000 orang, termasuk raja dan kerabat istana.
BACA JUGA:Pahlawan Afrika Kuno: Menelusuri 7 Kerajaan Besar yang Membentuk Sejarah Benua Hitam
4. Puputan Klungkung (1908)
Dua tahun setelah Puputan Badung, pada tanggal 28 April 1908, terjadi Puputan Klungkung, perang puputan terakhir di masa kerajaan Bali.
Perang ini dipimpin oleh Raja Klungkung, Ida I Dewa Agung Jambe, yang gugur bersama rakyatnya dalam pertempuran melawan Belanda.
Perang ini menandai jatuhnya seluruh wilayah Bali ke tangan penjajah Belanda.
BACA JUGA:Menjelajahi Jejak Sejarah Kisah Perjalanan Tokoh 3 Tiga Serangkai Pahlawan Indonesia5. Puputan Margarana (1946)
Setelah Indonesia merdeka, perang puputan kembali terjadi pada masa perang kemerdekaan di Desa Marga, Kabupaten Tabanan.
Pada tanggal 20 November 1946, pasukan Ciung Wanara di bawah pimpinan Letnan Kolonel I Gusti Ngurah Rai melakukan perlawanan sengit melawan pasukan NICA (Nederlandsch-Indische Civiele Administratie) yang didukung oleh Belanda.