PAGARALAMPOS.COM - Bugis merupakan salah satu suku yang memiliki sejarah dan budaya yang kaya di Nusantara.
Dikenal sebagai pelaut yang handal, mereka tergolong dalam kelompok suku Melayu Deutero yang masuk ke Nusantara melalui gelombang migrasi dari daratan Asia, khususnya Yunan.
Nama "Bugis" sendiri berasal dari kata "To Ugi," yang berarti orang Bugis, dan merujuk pada raja pertama Kerajaan Cina di Pammana, Kabupaten Wajo saat ini, yaitu La Sattumpugi.
Seiring berjalannya waktu, masyarakat Bugis membentuk sejumlah kerajaan yang kemudian mengembangkan kebudayaan, bahasa, aksara, dan sistem pemerintahan mereka sendiri. Beberapa kerajaan Bugis klasik yang terkenal antara lain adalah Luwu, Bone, Wajo, Soppeng, Suppa, Sawitto, Sidenreng, dan Rappang.
Meskipun tersebar, proses pernikahan sering kali menghubungkan mereka dengan suku-suku tetangga seperti Makassar dan Mandar.
Saat ini, suku Bugis tersebar di berbagai kabupaten, termasuk Luwu, Bone, Wajo, Soppeng, Sidrap, Pinrang, dan Barru.
Wilayah peralihan antara Bugis dan Makassar meliputi Bulukumba, Sinjai, Maros, dan Pangkajene Kepulauan, sedangkan peralihan Bugis dan Mandar mencakup Kabupaten Polmas dan Pinrang.
Kerajaan Luwu
Kedatuan Luwu dianggap sebagai kerajaan tertua di Sulawesi Selatan dan menjadi cikal bakal berdirinya kerajaan-kerajaan lain seperti Bone, Gowa, Soppeng, Wajo, dan Sidenreng Rappang.
Dalam epik La Galigo, Luwu digambarkan sebagai pusat ekonomi yang berbasis pada perdagangan, dengan wilayah pesisir dan sungai yang didefinisikan secara samar.
Penelitian arkeologi dan tekstual yang dilakukan sejak tahun 1980-an mengungkapkan bahwa Luwu tidak lebih tua dari kerajaan agraris di semenanjung barat daya Sulawesi.
Orang Bugis yang berbicara mulai menetap di wilayah pesisir sekitar tahun 1300, dan Luwu merupakan koalisi dari berbagai kelompok etnis yang disatukan oleh hubungan perdagangan.
Kekuasaan Luwu mulai memudar pada abad ke-16 dengan munculnya kekuatan kerajaan agraris dari selatan.
Pada 4 atau 5 Februari 1605, Datu Luwu, La Patiwareq, menjadi penguasa pertama di Sulawesi bagian selatan yang memeluk Islam. Sekitar tahun 1620, ibu kota Luwu dipindahkan dari Malangke ke Palopo.
Pada abad ke-19, Luwu telah menjadi kerajaan kecil dan pada tahun 1960-an, wilayah bekas kerajaan ini menjadi pusat pemberontakan DI/TII yang dipimpin oleh Kahar Muzakkar.