Daerah ini layak untuk ditinggali karena mempunyai air untuk konsumsi dan transportasi air, tidak terlalu lembab, terdapat sumber mata air, dan makanan mudah didapat.
Masyarakat Majapahit di Grogol juga mempunyai sumber air yang melimpah. Dewanga Eka Mahardian menulis dalam buku yang sama bahwa desa kuno ini bergantung pada dua sungai, yaitu Sungai Kencana dan Kepitin, di sisi selatan dan utara.
Selain itu, ibu kota Majapahit diketahui memiliki enam waduk di Trowlan, antara lain Waduk Bauleno, Kumitil, Domas, Kraton, Kedunguran, dan Temon.
BACA JUGA:Mengungkap Pertarungan Epik: Perang Majapahit dan Pajajaran dalam Sejarah Nusantara
BACA JUGA:Menelusuri Keunikan Talut dan Umpak: Fondasi Tangguh Warisan Majapahit
Waduk Temon letaknya sangat dekat dengan reruntuhan Grogol, hanya berjarak 30 meter.
“Bahkan mungkin saja reruntuhan Grogol dahulu kala terletak di pinggir Waduk Temon,” jelas Dewanga.
Namun Grogol jauh dari jalur pelayaran yang melintasi sungai ke arah utara sehingga tidak terhubung langsung dengan Terusan Majapahit.
Struktur kampung lama Grogol sangat kompleks. Bangunan mereka memiliki pagar tinggi untuk melindungi penghuninya.
BACA JUGA:Menelusuri Keunikan Talut dan Umpak: Fondasi Tangguh Warisan Majapahit
BACA JUGA:Nusantara dan Skandal Ilmiah Sejarah Majapahit
Terdapat juga sistem air bersih dan air limbah dengan pola tata ruang pedesaan yang linier (membujur).
Dalam buku yang sama, peneliti Yusmaini Eliawati menjelaskan, relief candi Menakzingo di Trowlan memberikan pemahaman tentang desa-desa yang pernah ada di reruntuhan Grogol.
“Relief tersebut menegaskan keberadaan kawasan pemukiman dan juga menunjukkan kawasan yang mungkin merupakan kawasan suci yang terkait dengan aktivitas pemujaan,” tulisnya.
Kawasan pemukiman pada relief tersebut berbentuk garis lurus, mirip dengan situs, dan bagian bawahnya merupakan tempat suci bagi masyarakat Majapahit.
BACA JUGA:Gayatri, Wanita Dibalik Kesuksesan Raden Wijaya Membesarkan Majapahit