Mengenal Kelenteng Gondomanan Yogyakarta: Sejarah dan Warisan Budaya Tiongkok di Indonesia

Selasa 23-07-2024,07:54 WIB
Reporter : Elis
Editor : Almi

PAGARALAMPOS.COM – Kelenteng yang dikenal dengan nama Kelenteng Gondomanan, atau Fuk Ling Miau dalam bahasa resminya, didirikan pada tahun 1846 oleh komunitas Tionghoa di Yogyakarta.

Terletak di Jalan Brigjen Katamso No. 3, Prawirodirjan, Kecamatan Gondomanan, Kota Yogyakarta, kelenteng ini berdiri di atas tanah yang diberikan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono VII, menandakan semangat toleransi beragama yang kuat di kota ini.

Arsitektur dan Ciri Khas Budaya

Kelenteng ini memadukan arsitektur Cina dan Jawa dengan harmonis. Nuansa Cina terlihat dari berbagai elemen seperti tulisan, patung, dan lukisan yang menghiasi kelenteng, sementara elemen Jawa dapat dilihat pada desain atap yang dikenal sebagai "sumur langit".

Salah satu fitur khas kelenteng ini adalah sepasang naga langit yang menghadap Mutiara Api, serta dominasi warna merah dan kuning dalam desainnya.

Makna dan Simbolisme

Nama Fuk Ling Miau berarti "kelenteng yang penuh berkah". Kelenteng ini juga menjadi simbol toleransi beragama di Yogyakarta, menunjukkan kerukunan dan penghormatan terhadap perbedaan keyakinan yang telah lama ada di kota ini.

Fungsi Gand

Kelenteng ini memiliki fungsi ganda. Bagian belakangnya digunakan sebagai Vihara Budha Prabha, yang melayani umat Buddha, sedangkan bagian depannya dipakai oleh umat Konghucu untuk beribadah. Pembagian ini mencerminkan toleransi antar agama dan kekayaan budaya serta spiritual di Yogyakarta.

Warisan Budaya

Kelenteng ini mencerminkan kekayaan budaya melalui arsitekturnya yang menarik. Pengunjung dapat mengamati berbagai elemen budaya Tionghoa yang berpadu dengan unsur-unsur arsitektur Jawa. Setiap detail, mulai dari patung dewa hingga ukiran halus, memiliki makna mendalam dan menghormati tradisi leluhur.

Toleransi Beragama di Yogyakarta

Kelenteng Gondomanan merupakan contoh nyata toleransi beragama yang telah menjadi bagian penting dari kehidupan masyarakat Yogyakarta. Pemberian tanah oleh Keraton Yogyakarta menunjukkan dukungan terhadap keragaman dan harmoni antar etnis. Hingga kini, kelenteng ini tetap menjadi tempat ibadah di mana berbagai latar belakang dapat beribadah dengan damai dan saling menghormati.

Sejarah dan Warisan

Selain nilai spiritualnya, kelenteng ini memiliki sejarah yang kaya. Berdasarkan dokumen hak milik tanah nomor 121 tanggal 28 Juli 1846, kelenteng ini awalnya dikenal dengan nama Hok Tik Bio. Perubahan nama dan fungsi mencerminkan evolusi sejarah masyarakat Tionghoa di Yogyakarta dan kontribusi mereka terhadap budaya lokal.

Kategori :