PAGARALAMPOS.COM - Industri tekstil Indonesia menghadapi tantangan yang serius dalam beberapa tahun terakhir, dengan banyak pabrik-pabrik besar di Jawa Barat mengalami kesulitan besar.
Menurut Faisal Basri, seorang Ekonom Senior dari INDEF, ada dua faktor utama yang menjadi biang kerok dari masalah ini.
1. Keterbatasan Teknologi dan Biaya
Faisal Basri mengungkapkan bahwa perusahaan-perusahaan tekstil besar di Jawa Barat, pusat industri tekstil Indonesia, mengalami kesulitan untuk meningkatkan teknologi produksi mereka.
BACA JUGA:Menjelajahi Dunia Trail Honda CRF250L, Pilihan Terbaik di Kelasnya
Restrukturisasi mesin menjadi sebuah tantangan besar karena biaya yang tinggi, termasuk biaya pajak pertambahan nilai (PPN) dan bunga pinjaman yang mahal.
Hal ini membuat perusahaan-perusahaan enggan untuk melakukan investasi dalam teknologi yang lebih canggih, yang pada akhirnya menghambat daya saing mereka di pasar global yang semakin kompetitif.
2. Persaingan dengan Barang Impor
Masuknya barang-barang impor tekstil yang murah menjadi ancaman serius bagi industri tekstil domestik.
BACA JUGA:Presiden Jokowi Dorong Keamanan Pangan, Perum Bulog Buka Langkah Baru
Faisal Basri menyoroti bahwa impor barang-barang seperti pakaian impor dari China, yang dijual dengan harga sangat murah, telah mengurangi pesanan yang masuk ke pabrik-pabrik tekstil di Indonesia.
Fenomena ini tidak hanya mengganggu penjualan domestik, tetapi juga memaksa perusahaan-perusahaan untuk melakukan efisiensi yang dapat berdampak negatif pada tenaga kerja, termasuk pemutusan hubungan kerja (PHK).
Respons Pemerintah dan Kritik Terhadap KADI
Dalam konteks respons pemerintah, Faisal Basri menyambut baik langkah-langkah seperti pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) dan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) terhadap komoditas tekstil tertentu.
BACA JUGA:Penggeledahan Kantor Ditjen EBTKE oleh Bareskrim, Ini Respons dan Implikasi bagi Sektor ESDM