Di bawah tekanan dari para jenderal, pemerintahan Netanyahu menekankan bahwa mereka akan mengakhiri invasi ke Gaza jika semua tujuan tercapai.
"Termasuk melenyapkan Hamas dan membebaskan semua sandera," adalah tanggapan Perdana Menteri setelah artikel NYT diterbitkan.
Perdana Menteri Netanyahu khawatir gencatan senjata dengan Hamas dapat menyebabkan runtuhnya koalisi. Beberapa mengatakan mereka akan meninggalkan aliansi setelah perang usai.
Politisi sayap kanan di kabinet Netanyahu juga melihat gencatan senjata dengan Hamas sebagai bendera putih Israel, simbol kekalahan.
BACA JUGA:Rencana Gila Netanyahu, Perintahkan Militer Israel Habisi Hizbullah, Ratakan Lebanon
Ada kebingungan dalam kabinet Netanyahu baru-baru ini.
Pada pertengahan Juni, Menteri Perang Israel Benny Gantz menjadi berita utama ketika ia mengundurkan diri dari posisi kabinetnya.
Para pengamat mencatat bahwa tanpa Gantz, pemerintah Israel akan kehilangan pengaruh politik dalam negeri atas perintah partai politik.
Beberapa hari kemudian, Perdana Menteri Netanyahu membubarkan kabinet perangnya.
Kegelisahan di Israel juga terlihat ketika Perdana Menteri Netanyahu menuduh Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben Gvir membocorkan rahasia negara.
Sejak Oktober 2023, ketidakstabilan politik terjadi di tengah invasi Israel di Jalur Gaza. Akibat operasi ini, lebih dari 37.800 warga Palestina tewas. (*)