PAGARALAMPOS.COM - Hari Moyang adalah perayaan dengan makna mendalam bagi Suku Temuan di Semenanjung Malaysia.
Artikel ini mengulas arti dan pentingnya perayaan ini bagi suku tersebut, dari asal-usul hingga berbagai ritual yang dilakukan, mengungkap kekayaan budaya dan warisan spiritual Suku Temuan melalui tradisi Hari Moyang.
Mari kita memahami lebih dalam tentang tradisi penuh makna ini dalam kehidupan masyarakat Suku Temuan di Semenanjung Malaysia.
Orang Asli dari suku Temuan merayakan Hari Moyang dengan keseriusan dan penghormatan. Ritual dan sembahyang dilakukan di pemakaman nenek moyang sebagai bentuk penghargaan kepada "semangat" yang dipercaya menjaga keselamatan dan memberikan kehidupan baik kepada generasi saat ini.
BACA JUGA:Warisan Sejarah Kerajaan Banjar: Pentingnya Menjaga Keberagaman Budaya
BACA JUGA:Menggali Keagungan Candi Poh: Destinasi Wisata Sejarah di Desa Kalijurang, Brebes
Perayaan Hari Moyang, atau 'Aik Muyang', diadakan dari Desember hingga Januari dengan tanggal bervariasi sesuai kelompok penempatan.
Suku Temuan, suku keempat terbesar di antara 18 suku Orang Asli di Semenanjung Malaysia, banyak mengamalkan adat yang mirip dengan orang Melayu, terutama di Selangor, Negeri Sembilan, Melaka, Johor, dan Pahang.
Di Selangor, beberapa komunitas Orang Asli Temuan mengadakan upacara Hari Moyang di sekitar perkampungan mereka, seperti di Pulau Kempas, Busut Baru, dan Hulu Kuang.
Menurut Tok Batin Kampung Orang Asli Pulau Kempas, Rahman Pahat, Hari Moyang dirayakan sebagai ungkapan terima kasih kepada "semangat" nenek moyang yang memberikan keselamatan, kesehatan, dan rezeki kepada masyarakat Temuan sepanjang tahun.
BACA JUGA:Mengenal Sejarah Kerajaan Banjar: Perjalanan Kerajaan Islam di Kalimantan Selatan
BACA JUGA:Ketahui 6 Fakta Gunung Galunggung di Tasikmalaya, yang Punya Keindahan Alam dan Sejarah yang Memikat
Upacara ini melibatkan pembersihan makam nenek moyang dan penyediaan berbagai hidangan makanan dan minuman sebagai bentuk penghormatan.
Samsul Anak Senin, Ketua Majlis Pengurusan Komuniti Orang Asli Busut Baru, menjelaskan bahwa setiap kampung memiliki tanggal berbeda untuk menyambut Hari Moyang guna menghindari bentrokan aktivitas.
Ini memungkinkan penduduk kampung saling mengunjungi saat hari perayaan tiba. Tradisi dan adat yang dijalankan saat perayaan ini diwariskan turun-temurun, dan mereka berusaha mempertahankannya agar tetap diingat dan diikuti oleh generasi mendatang.