Bahkan, kini nyawanya dipertaruhkan lebih dari sekadar balas dendam anjingnya yang tewas ditembak di film pertama.
Film ini juga menjawab pertanyaan dari penonton selama ini, sebegitu pentingnya kah membunuh John Wick?
Rupanya High Table memang menganggap John Wick bukan sekadar sebagai satu manusia (lebih tepatnya satu pembunuh bayaran) belaka, melainkan sebagai idealisme atau gagasan pembangkangan terhadap aturan ketat yang mereka terapkan.
Mereka tidak ingin kenyamanan memimpin organisasi bawah tanah itu dirusak oleh John Wick-John Wick lainnya.
John Wick: Chapter 4 juga berhasil menghidupkan karakter baru, sekaligus mengeksplorasi sosok John Wick dan karakter pendukung lainnya.
Kita akan mengetahui bahwa Winston bukanlah sekadar manajer hotel dan pebisnis cerdik semata, melainkan sosok yang begitu menghormati John Wick.
Dengan durasi 169 menit atau yang terlama dari keempat film John Wick, beberapa penonton (termasuk mereka yang menonton screening perdana film ini) mungkin akan menganggap JW4 terlalu lama. Bahkan ada yang bertanya-tanya apakah John Wick seolah-olah tidak bisa mati.
Yang pasti selama durasi yang panjang itu, penonton disuguhkan aksi dengan koreografi ala balet yang dilengkapi sinematografi yang menawan.
John Wick selama ini memang dikenal sebagai franchise aksi yang cerdas dan berani secara koreografis.
Satu hal lagi yang cukup menyentuh adalah kembalinya Lance Reddick sebagai Charon, pramutama utama dari Hotel Continental New York.
Terlihat bahwa sosok Charon memanglah bukan sekadar pelengkap semata dalam semesta John Wick, melainkan sosok penting bagi Winston.
Ya, film ini sendiri memang didekasikan untuk mendiang Reddick yang meninggal sekitar seminggu sebelum film ini rilis secara global.
John Wick: Chapter 4 juga mengambil tempat pertarungan di beberapa lokasi eksentrik dunia, termasuk Paris, Berlin, Jepang, dan Yordania.