PAGARALAMPOS.COM - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Nawawi Pomolango, memberikan respons tegas terhadap pernyataan Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan yang menyebut operasi tangkap tangan (OTT) sebagai tindakan kampungan.
Nawawi menegaskan bahwa digitalisasi belum mampu secara signifikan mengurangi praktik korupsi di Indonesia.
Ketika dimintai tanggapan mengenai pernyataan Luhut, Nawawi menyarankan untuk bertanya langsung kepada Luhut.
Namun, dia menilai bahwa meskipun upaya digitalisasi telah maju, fakta tetap menunjukkan bahwa korupsi masih menjadi permasalahan yang merajalela di Indonesia.
BACA JUGA:Ponsel Sekjen PDIP Disita Penyidik KPK, Perang Taktik Antara Hukum dan Politik
BACA JUGA:Pemerintah Naikkan Harga Gabah-Beras, Ini Dia Respons Tak Terduga dari Petani!
Luhut sebelumnya juga telah menegaskan ketidaksetujuannya terhadap OTT yang dilakukan oleh KPK.
Baginya, KPK seharusnya mencari cara lain untuk menekan praktik korupsi daripada melakukan OTT.
Dia berpendapat bahwa digitalisasi dapat menjadi kunci dalam upaya pencegahan korupsi.
Salah satu contoh yang dia berikan adalah Sistem Informasi Mineral dan Batu Bara (SIMBARA), yang merupakan sistem satu pintu pengelolaan minerba di Indonesia.
BACA JUGA:Ian Maatsen Berpeluang Kembali Dipanggil Timnas Belanda
"Dibilang kenapa Pak Luhut enggak setuju OTT? Ya enggak setujulah. Kalau bisa tanpa OTT, kenapa bisa OTT? Kan kampungan itu namanya, nyadap telepon, tahu-tahu nyadap dia lagi bicara sama istrinya, 'Wah enak tadi malam Mam', katanya. Kan repot," ungkap Luhut.
Perdebatan antara KPK dan Luhut ini menyoroti pandangan berbeda mengenai efektivitas OTT dalam memerangi korupsi.
Meskipun KPK telah menggunakan OTT sebagai salah satu alat untuk memberantas korupsi, Luhut berpendapat bahwa pendekatan lain, seperti digitalisasi, dapat lebih efektif dalam mencegah terjadinya korupsi.