Menurut Redma, aturan baru ini justru memfasilitasi importir yang tidak taat aturan.
"Aneh, pemerintah malah memfasilitasi importir nakal. Jadi, jangan harap investasi dari sektor tekstil dan jangan harap kami akan menyerap kembali karyawan yang dirumahkan. Biarlah Bu Sri Mulyani yang bertanggung jawab mencarikan pekerjaan untuk mereka," tegasnya.
Kritik Terhadap Kebijakan Pemerintah
Redma juga menyinggung arahan Presiden Joko Widodo pada 6 Oktober 2023, yang meminta pembatasan dan pengendalian impor.
Kini, ia merasa Kemenperin seolah dibiarkan mengurus industri sendirian tanpa dukungan dari kementerian lain.
"Visi pengembangan dan integrasi industri dari Kemenperin tidak didukung oleh kementerian lain.
Jadi, jika terjadi deindustrialisasi, Bu Sri Mulyani harus bertanggung jawab karena gagal menangani permasalahan di Bea Cukai," katanya.
Redma memperkirakan bahwa dari 26.000 kontainer yang tertahan, sebagian besar berisi barang impor dari pedagang.
BACA JUGA:Rangkul Kebhinekaan, Mantapkan Integritas, FPK Dorong Kerukunan Menuju Pemilukada Damai 2024
"Saya yakin 85% kontainer tersebut berisi barang importir pedagang yang relasinya dengan oknum Bea Cukai, hanya 15% yang benar-benar untuk kepentingan industri manufaktur," ujarnya.
Hal ini, menurutnya, sangat mengganggu rantai pasok industri hulu dan hilir karena barang jadi yang diimpor membanjiri pasar domestik.
Kesimpulan dan Harapan
Dalam pandangannya, kebijakan ini menunjukkan ketidakberpihakan pemerintah terhadap industri manufaktur dalam negeri.
BACA JUGA:Padamnya 4 Titik Lampu Jalan Umum, Warga RW 02 Tanjung Menang Keluhkan Kurangnya Penerangan
"Alasan yang diberikan pemerintah adalah alasan klasik. Jika terus begini, kapan industri dalam negeri bisa berkembang? Bagaimana bisa ada investasi di sektor manufaktur?" tutup Redma dengan nada pesimis.