PAGARALAMPOS.COM - Ketika berbicara tentang sejarah kerajaan Hindu di Jawa, sering kali yang teringat adalah kejayaan Majapahit pada abad ke-14. Namun, di balik kepopuleran Majapahit, ada kerajaan Hindu lain yang juga menarik, yaitu Blambangan, yang kini dikenal sebagai Banyuwangi.
Blambangan bukan hanya sekadar nama dalam sejarah, tetapi sebuah kerajaan yang berdiri teguh selama berabad-abad. Kerajaan ini berdiri pada tahun 1295, hanya dua tahun setelah berdirinya Majapahit. Wilayah ini awalnya diberikan oleh Raja Majapahit Raden Wijaya kepada Arya Wiraraja, yang dikenal sebagai Adipati Sumenep, sebagai bentuk penghargaan atas jasanya dalam mendirikan Majapahit.
Namun, Blambangan tidak hanya menjadi tempat perlindungan bagi pelarian atau pemberontak dari Majapahit. Bhre Wirabhumi, putra raja Majapahit yang gagal merebut takhta, mendirikan kerajaan sendiri di Blambangan dengan nama Prabu Satmata. Seiring waktu, Blambangan menjadi kerajaan Hindu yang mandiri, bertahan dari serangan kerajaan-kerajaan Islam yang berkuasa di Jawa.
Salah satu lawan terberat Blambangan adalah Kerajaan Mataram Islam yang dipimpin oleh Sultan Agung. Sultan Agung memiliki ambisi besar untuk menyatukan seluruh Jawa di bawah kekuasaannya, namun Blambangan tetap gagah melawan. Beberapa upaya serangan dari Mataram selalu gagal karena pertahanan yang kuat dan medan yang sulit.
Pada akhirnya, Blambangan jatuh ke tangan Mataram pada tahun 1674 setelah perjuangan panjang yang penuh pengorbanan. Kejatuhan Blambangan tidak menghilangkan semangat juang rakyatnya. Perang Bayu atau Puputan Bayu tahun 1771-1772 menjadi bukti keteguhan hati rakyat Blambangan dalam mempertahankan tanah air meskipun menghadapi penjajahan VOC.
Meskipun Blambangan kini sudah tidak lagi menjadi kerajaan, warisan budaya dan sejarahnya tetap hidup. Kisah perjuangan Blambangan menjadi inspirasi untuk tidak menyerah dalam menghadapi segala tantangan dan ancaman.
Di bawah kepemimpinan Sultan Agung, Mataram mengalami masa ekspansi yang luas, mencoba menaklukkan hampir seluruh Jawa. Namun, upaya untuk menaklukkan Blambangan terbukti sebagai tantangan yang sangat sulit. Pertahanan tangguh Blambangan, bersama dengan bantuan dari Bali dan Makassar, membuat Mataram sulit mencapai kemenangan mutlak. Serangkaian serangan Sultan Agung selalu bertemu perlawanan sengit dari Blambangan.
Di sisi lain, Blambangan tidak hanya menghadapi ancaman dari Mataram, tetapi juga penjajah Eropa yang semakin kuat, khususnya VOC Belanda. Meskipun sempat dijanjikan masa depan yang lebih baik oleh VOC, rakyat Blambangan segera menyadari bahwa penjajahan VOC tidak lebih baik daripada penjajahan sebelumnya. Perlawanan sengit melawan VOC dan sekutunya terjadi, terutama setelah penyerahan sepihak area Blambangan oleh Pakubuwono II kepada VOC.
Perang Bayu atau Puputan Bayu menjadi momen epik dalam sejarah Blambangan, di mana sekitar 72.000 orang Blambangan berjuang hingga akhir demi mempertahankan tanah air mereka. Meskipun akhirnya dikalahkan oleh VOC, semangat perlawanan mereka tetap menjadi inspirasi bagi generasi selanjutnya.
Setelah jatuh ke tangan VOC pada tahun 1772, Blambangan berubah secara drastis. Meskipun kerajaan ini telah runtuh, warisan budaya dan sejarahnya tetap hidup. Kota Banyuwangi, yang dulunya merupakan pusat kekuatan Blambangan, terus menyimpan cerita-cerita masa lalu dan keberanian rakyatnya. Mengetahui sejarah Blambangan memperkaya pengetahuan tentang masa lalu Jawa dan menginspirasi semangat kepahlawanan dalam menghadapi cobaan.