Sejumlah pihak menyoroti proses perizinan yang dinilai tidak transparan dan kurang efisien, serta dugaan adanya praktik-praktik yang merugikan dalam pembagian izin impor.
Tantangan dalam Proses Impor Bawang Putih
Meski RIPH telah diterbitkan oleh Kementan, fokus perhatian beralih pada proses penerbitan SPI oleh Kemendag.
Importir seperti Jaya mengalami kesulitan mendapatkan persetujuan impor meskipun telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
BACA JUGA:Perayaan HUT Sumsel ke-78, Kaum Milenial Jadi Fokus Anita
Hal ini menciptakan ketidakpastian dalam rantai pasok dan berpotensi memicu peningkatan harga di tingkat konsumen akhir.
Pengalaman Jaya mencerminkan tantangan yang dihadapi oleh pelaku usaha dalam mengimpor komoditas tertentu.
Ketidakpastian dalam proses perizinan impor dapat menghambat aktivitas bisnis dan menghasilkan ketidakadilan dalam distribusi barang.
Selain itu, adanya dugaan praktik tebang pilih dalam pemberian izin impor memunculkan pertanyaan tentang transparansi dan akuntabilitas dalam kebijakan perdagangan.
BACA JUGA:Provinsi Sumsel Pertahankan Opini WTP untuk Kesepuluh Kalinya Secara Berturut-turut
Implikasi Terhadap Pasokan dan Harga Bawang Putih
Ketidakpastian dalam proses perizinan impor bawang putih menciptakan ketidakstabilan dalam pasokan domestik.
Pasar yang kurang tercukupi dapat mengakibatkan peningkatan harga yang signifikan, yang pada gilirannya dapat memberikan tekanan tambahan pada konsumen.
Selain itu, ketidakadilan dalam pembagian izin impor juga dapat menciptakan ketidaksetaraan di antara pelaku usaha.
BACA JUGA: Jaga Ketersediaan Pupuk, Kerjasama Antara Pemprov Sumsel dan PT. Pupuk Sriwijaya Ditingkatkan
Pemerintah, terutama Kementan dan Kemendag, perlu mengambil langkah-langkah konkret untuk meningkatkan transparansi dan efisiensi dalam proses perizinan impor.